Showing posts with label majapahit. Show all posts
Showing posts with label majapahit. Show all posts

Akhir dari Paregreg Majapahit

  Akhir dari Paregreg Majapahit
Mbah subowo
1483 Saka.
     Dewan Negara Majapahit yang terdiri Panglima Pasukan Gajah, Infantri, Kavaleri, dan Pasukan Laut, para Adipati dari wilayah inti, serta Para Menteri beserta jajarannya. Mereka hadir mendampingi Ratu Majapahit dalam penghadapan tahunan para raja bawahan dari mancanegara (luar Pulau Jawa) di istana Wilwatikta. Tentu saja dalam penghadapan itu para raja bawahan Majapahit menyerahkan oleh-oleh upeti tahunan. Hasil upeti itu sebagian untuk biaya melakukan operasi perlindungan keamanan di seluruh bandar bawahan yang dilaksanakan oleh Armada-Armada kapal perang Pasukan Laut Majapahit.
     Tahun ini dan beberapa tahun sebelum ini selalu absen atas kehadirannya: Tumasik, Pahang, Kedah, Kelantan, Brunai, Mindanao. Beberapa raja wilayah bawahan Majapahit di Nusa Tenggara a.l. Lombok, Flores, Sumbawa memang hanya mewakilkan kehadirannya dengan alasan tertentu. Semua itu terjadi sejak berkecamuk perang Paregreg yang ditingkahi oleh kehadiran Armada Kebesaran Tiongkok pimpinan Cheng Ho. Armada Kebesaran itu selalu mengaku mengibarkan panji persahabatan dan perdamaian di setiap Bandar yang disinggahinya.
     Ratu Majapahit tidak membuka pokok mengenai hal di atas (mengenai absensi wilayah terjauh dan terluar atau wilayah perbatasan). Ratu menyatakan, “Para Yang Mulia, Kami membutuhkan jeda sepuluh tahun, dan untuk mengatasi persoalan kerajaan di wilayah kalian sendiri, saat ini Kami menyerahkan urusan sepenuhnya kepada kalian semua untuk menyelesaikannya.” Setelah menyabdakan itu Ratu pamit mengundurkan diri. Penghadapan itu dilanjutkan oleh para petinggi kerajaan untuk membahas dan mencatat berbagai persoalan apa saja yang kelak bisa diselesaikan setelah keadaan Majapahit pulih sebagian atau sepenuhnya.
     Kas Negara Majapahit yang nyaris terkuras oleh adanya Perang Paregreg, dan ditambah kerusakan besar pada Armada Satu, dan Armada Dua, dan pelemahan Armada Tiga akibat dari komandan Armada Malaleng yang berniat memboyong seluruh Armada ke Sulawesi. Malaleng yang masih berdarah raja Bugis ingin menjadi penguasa di sana, karena Majapahit begitu lemah tiada daya.
     Perairan sekitar Masalembo lokasi pertempuran Armada pendukung Wirabhumi melawan Armada Majapahit menjadi saksi bisu tatkala kapal besar Majapahit dari kedua pihak berlomba-lomba tenggelam ke dasar lautan. Pertempuran laut yang menumpas adidaya Selatan Khatulistiwa itu memaksa Ratu mengambil langkah strategis menggabungkan Armada Jawa dengan Armada Laut Kidul agar lebih focus menjaga Laut Jawa hingga jalur rempah di Kepulauan Maluku.
     Perkonomian Majapahit yang telah hancur tatkala perang dan terhenti sejauh ini, terutama bandar Gresik sepi dari kunjungan negeri jauh: Parsi, Atas Angin. Pertanian di wilayah inti Majapahit juga terbengkalai: kebun buah, sawah, tegal, tambak, dan ternak, hanya bergeliat saja menjelang akhir dari Paregreg.

     Armada Bajak yang mengganggu di perairan Natuna, Selat Malaka, dan hampir di seluruh Perairan Laut Cina Selatan telah tumpas oleh Armada Satu, Dua, Pasukan Laut Majapahit yang compang-camping. Dan selanjutnya dengan kehadiran Armada Kebesaran Tiongkok, maka tak ada lagi bajak dan perompak berani lagi muncul untuk selamanya. Jalur pelayaran yang aman dari bajak telah memungkinkan Bandar Gresik mulai ramai, akan tetapi masih belum sepenuhnya seperti biasanya. Sang Ratu menetapkan rempah-rempah dari Kepulauan Maluku harus dikumpulkan di Gresik. Para pedagang dari manapun hanya bisa membeli rempah tersebut dari Bandar Gresik.  Majapahit mulai menciptakan stabilitas keamanan juga di wilayah inti kerajaan (Pulau Jawa). Kini pelahan kawula Majapahit bisa bekerja mengurus kebutuhannya sehari-hari.
     Sekian untuk sekali ini.
*****
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 8:34 AM

Penaklukan Bhre Wirabhumi

Penaklukan Bhre Wirabhumi
mbah subowo.
1480 Saka.
     “Dialah otak dan kunci kekuatan Adipati Blambangan,” kata dalam hati Anggabaya Majapahih Arya Wirageni. Separatis Wirabhumi -- berdasarkan keterangan para telik terdahulu yang dikirim ke ibukota Lumajang -- memiliki patih yang handal, Kakang Sugriwa. (Hayam Wuruk Anumerta memberikan wilayah Blambangan kepada Wirabhumi, agar Majapahit terlindung dari ujung Timur pulau Jawa itu. Akan tetapi sejak Wirabhumi memberontak, dan Wilayah Lumajang bergabung, maka Wirabhumi memindahkan pusat kekuasaannya ke Lumajang.)
    Arya Wirageni, Panglima Pasukan Darat Majapahit itu sengaja membiarkan dirinya jadi tawanan Wirabhumi. Wirageni ingin membuktikan betapa berpengaruhnya kecerdasan Patih Kakang Sugriwa terhadap putra selir Hayam Wuruk Anumerta itu.
     Salah seorang putra Anggabaya Majapahit yang telah renta itu  Bidung Talon menjadi prajurit Lumajang-Blambangan. Anggabaya itu berusaha agar Bidung Talon ditugaskan ke garis depan. Dalam kesempatan seperti itu, beberapa kali mengutus Bidung Talong mengantarkan suratnya ke tangan Sri Ratu di Wilwatikta.
     “Yang Mulia Sri Maharatu, mohon ampun, karena tidak berkabar. Kali ini kami akan membuat rencana matang untuk menghancurkan otak Lumajang-Blambangan. Persembahan bakti kami tengah dijalankan dengan memisahkan Bhre Wirabhumi dan Kakang Sugriwa kami yakin kekuatan Lumajang-Blambangan akan menjadi lemah.”
     Sebelum kedatangan Anggabaya Majapahit ke Lumajang, saat ini menjadi pusat pemerintahan Wirabhumi. Tangan-tangan Kakang Sugriwa di Majapahit sangat panjang berliku. Setiap serangan Majapahit terhadap wilayah Tapal Kuda di Selatan-Timur yang memberontak itu selalu berhasil dihalau dengan mudah oleh Patih Kakang Sugriwa hanya dengan strategi mengerahkan pasukan yang mobile. Anggabaya Majapahit dengan cerdik menggali info jaringan Blambangan di pusat Majapahit. Dengan modal itulah ia sukses menghancurkan jaringan telik Kakang Sugriwa di Wilwatikta.
     Perang Paregreg memasuki babak tengah. Berdasarkan Amana Gappa penggunaan meriam Jawa, cetbang hanya boleh digunakan di laut. Dalam perang Paregreg, aturan itu mulai dilanggar oleh kedua pihak. Perang di malam hari memang belum pernah terjadi, karena begitu matahari tenggelam perang harus diakhiri untuk hari itu. Itu bukan aturan tertulis hanya tradisi dalam setiap peperangan yang telah berlaku lama.
     “Yang Mulia Sri Maharatu, saat ini Lumajang-Blambangan Wirabhumi telah kehilangan Kakang Sugriwa untuk selamanya. Majapahit dipersilakan mempersiapkan diri melakukan serbuan besar-besaran. “
     Sri Maharatu Dewi Ratna Suhita memerintahkan Smodraksa Laksmana Centhini untuk mulai mempersiapkan pasukan besar yang akan diangkut kapal perang Majapahit untuk mendarat di Pelabuhan Panarukan.
     Pasukan Darat dan Laut Majapahit akan menyerbu melalui jalan darat dan melalui jalur laut, guna menjepit kekuatan Wirabhumi dari sebelah Barat dan Utara wilayah Tapal Kuda. Satu-satunya balabantuan yang mungkin datang bagi pasukan Wirabhumi berasal dari Timur, Bali.
      Armada Laut Kidul dengan ketat menjaga dan menjepit kekuatan Wirabhumi dari Selatan. Jung-jung Tiongkok Cheng-Ho patut diwaspadai karena selama ini mereka telah mendarat dari Laut Kidul menyuplai bantuan berupa keping-keping emas untuk membiayai perang pasukan Wirabhumi.
*****


Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 7:59 AM

Bahaya dari Utara

Bahaya dari Utara
mbah subowo
1479 Saka.
Pagi itu suasana damai, Bulan Suro menjelang usai. Arak-arakan protes aturan kerajaan mulai mereda, musim hujan hampir datang menjelang. Dan tak lama lagi Majapahit mulai mempersiapkan diri kembali menggempur separatis Wirabhumi Blambangan.  Di mana saja kawula turut menyaksikan berbagai pertunjukan dari Tiongkok: layangan, sulap, dan ilmu pengobatan. “Misi ekspedisi Ma San Pao ke seluruh dunia hanya mencari persahabatan sambil mengagungkan Tiongkok.” Demikian gaung yang disebarkan oleh San Pao ke setiap Bandar Majapahit.
    Begawan Ra Vadia yang tinggal di pinggiran Wilwatikta itu berkata dalam hati, “Akan tetapi mereka juga bekerja senyap, telik sandi mereka telah menyapu jaring-jaring telik sandi Majapahit mulai dari Campa hingga Bandar Palembang, dan dengan keahlian pengobatan Tiongkok mereka dengan mudah menarik simpati di Bandar-bandar yang mereka singgahi di seluruh dunia.”
    “Itulah sebabnya Sri Maharatu Dewi Ratna Suhita mengambil sikap dengan bercadang.”
    Sri Krtanegara Anumerta pernah mentah-mentah menolak tunduk pada Tiongkok. Selanjutnya pasukan Krtarajasa yang turun melawan balatentara Mongol, mereka datang dan mendarat di Gresik. Kini mereka datang lagi dengan wajah baru membawa bendera persahabatan dan membawa modal, harta benda tanpa batas…. Menghadapi yang sebagai itu pekerjaan lain lagi.
    “Mengapa Ayanda mencemaskan hal itu, bukankah modal besar itu membuat negeri Majapahit makmur….” Kali ini putri Anggia memperdengarkan suaranya yang jernih dan bening bagai air terjun dari Wilis.
    Dengan diplomasi modal mereka yang datang dari Utara adalah bahaya besar bagi Majapahit. Kekuatan modal akan menjadi pijakan dan sumber utama kekuatan dalam diplomasi penaklukan. Lihat saja Bandar-bandar Majapahit terang-terangan atau diam-diam menyatakan setia pada Tiongkok.
    “Nusantara, Majapahit tidak boleh tunduk dan menjadi cacing berada di kaki mereka, Ananda,” Begawan Ra Vadia mengulangi apa yang terlintas, ingatan masa lalu semasa Gajah Mada Anumerta masih memberi perintah segenap kekuatan Majapahit sepenuhnya.
     Waktu itu hanya Tiongkok dan Majapahit merupakan adidaya Utara dan Selatan Khatulistiwa.
    Sekian untuk sekali ini.
*****


Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 6:07 AM

Ramalan Sri Sultan Agung raja Mataram

Ramalan Sri Sultan Agung raja Mataram

mbah subowo bin sukaris

Sri Sultan Agung (bertakhta di Mataram 1613-1645) pernah meluruk Batavia menggunakan pasukan darat berkekuatan 200 ribu jiwa. Jejak-jejak pasukan darat Sultan Agung masih ada hingga kini di wilayah Kerawang, dan Klender-Bekasi. Wilayah tersebut pada masa itu dijadikan sebagai lumbung padi guna menyokong logistik bagi pasukan Mataram yang mengepung Batavia.
     Setahun berikutnya dalam serangan kedua Sri Sultan Agung meluruk Batavia melalui jalur laut (1629).
     Kekalahan Mataram disebabkan kelemahan di sektor maritim, angkatan laut. Belanda jelas unggul di laut, bangsa yang datang dari Eropa dan telah muncul dari balik Wulungga (Afrika) itu jelas telah memiliki kekuatan unggul dalam hal kapal dan senjata. Angkatan Laut Majapahit sendiri walau pernah beranjang sana hingga Madagaskar, akan tetapi tidak pernah melewati Tanjung Harapan di selatan Benua Afrika.
     Orang-orang Majapahit menganggap mustahil melewati Selatan Wulungga di balik bumi, karena di sana tentu jurang yang sangat dalam telah menanti untuk menelan siapa saja yang melewatinya. Bangsa Belanda justru datang dari balik Bumi ujung Wulungga. Mereka memang unggul.
     Dan kekuatan maritim yang dimiliki selain kerajaan Majapahit tidak pernah ada lagi.
     Dengan menguasai laut Jawa dan Nusantara Belanda lebih cerdik lagi untuk mengetahui perkembangan pasukan darat Mataram yang datang menyerbu. Bagaimana kekuatan mereka dan kapan mereka akan menyerang. Benteng Batavia yang dipertahankan oleh ratusan prajurit itu memang mampu menahan gempuran pasukan Jawa.
     Bahkan pasukan Jawa itu ditambah lagi dengan pasukan Sunda yang membantu kekuatan Mataram muncul dari selatan Batavia.
     Kelemahan karena tidak memiliki kekuatan di laut, jelas kerajaan Mataram Sultan Agung tertinggal limaratus tahun dari kerajaan Kediri yang memiliki angkatan laut hingga mampu menaklukan Jambi hingga Tidore pada abad keduabelas masehi (1100-an).
     Sultan Agung walau tidak sukses mengenyahkan Belanda (VOC) dari Batavia masih memiliki asa dengan menujumkan:

Kelak di masa depan akan muncullah seorang raja Waliyullah bergelar Sang Prabu Herucakra bertakhta di kerajaan Sundarowang (Mataram) yang wilayah kekuasaannya meliputi Jawa-Madura, Patani (Semenanjung Melayu), dan Sriwijaya (Sumatera).

Tempo hari di masa perjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan 1945, upaya terakhir Van der Plas mengangkat dirinya sebagai sang Prabu Herucakra.
     Sayang sekali jelas dia bukan muslim dan itu artinya dia bukan Waliyullah, maka wajar saja mengalami kegagalan mempertahankan kolonialisme Belanda di Nusantara.
     Republik Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaan, dan terwujudlah kebenaran ramalan Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo di atas.

*****
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 2:34 PM

Taktik dan Strategi Pasukan Laut Majapahit

Taktik dan Strategi Pasukan Laut Majapahit


Angkatan Laut Majapahit atau Pasukan Laut di masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1351-1389) semasa hidup Mahapatih Gajahmada dan Laksamana Mpu Nala memiliki peralatan atau alutsista perang laut yang paling mutakhir yakni kapal perang besar yang dilengkapi senjata ampuh pada masanya berupa "cetbang" meriam ciptaan Gajahmada, oleh karena itu juga merupakan adidaya penguasa perairan belahan bumi Selatan. Formasi siasat tempur (gelar siasat perang) kapal perang Majapahit tentu saja sudah maju tatkala berhadapan dengan musuh di laut. Dengan kemampuan menggelar berbagai formasi tempur di laut antara lain: "Cakra Manggilingan", "Supit Urang" (jepit udang), "Tapal Kuda", "Kalajengking", "Panah Cepat", "Kuda Berbaris" maka tak sebuah kapal musuh pun dapat meloloskan diri dari kejaran gugusan armada kapal perang Majapahit.
      Dalam pertempuran laut jika dua armada berkekuatan beberapa puluh kapal saling berhadapan, maka pimpinan gugus armada kapal perang yang membawahi puluhan kapal pengikutnya pertama kali yang dilakukan adalah meminta laporan dari juru tinjau yang duduk pada puncak menara kapal bendera yang bertugas menilai kekuatan dan jumlah armada musuh yang tengah mendekati dan diperkirakan melakukan penyerangan langsung. Dan yang lebih penting lagi ialah formasi siasat perang gelar apa yang tengah disusun oleh armada musuh. Kekuatan musuh yang besar dan membuka gelar "Kuda Berbaris sejajar" yang bentuknya melebar memang jarang dihadapi oleh armada kapal perang Majapahit. Jika terjadi pertempuran laut dan kekuatan Majapahit cuma separoh dari lawannya yang menggelar formasi perang laut "Kuda Berbaris" maka biasanya formasi perang yang dipilih ialah "Panah Cepat". Formasi kapal perang disusun dua dan berlapis-lapis, sehingga panjang seperti panah. Armada yang menggelar formasi perang "Panah Cepat" ini bertujuan menerobos maju terus menembus kapal perang musuh yang berjumlah besar dan kekuatannya berlebihan. Gerakan "Panah Cepat" ini memang harus dilakukan dengan penuh keberanian menghadapi musuh yang jauh lebih besar dan bertujuan untuk maju terus membobol pertahanan lawan, dan gerak maju menerobos itu sambil menembakkan amunisi serta menabrakkan kapal musuh harus cepat dan diiringi dengan tetap disiplin menjaga barisan, dan selanjutnya mengambil bantuan dari armada Majapahit lainnya.
      Tatkala armada Majapahit dalam posisi sebagai musuh seperti yang digambarkan di atas, yakni sedang menggelar "Kuda Berbaris" dalam menghadapi "Panah Cepat" maka biasanya pimpinan armada memerintahkan kepada juru bendera untuk memasang isyarat mengubah gelar perang menjadi "Supit Urang" (jepit udang) sehingga dapat dilihat dan dilaksanakan oleh seluruh anggota gugus armada Majapahit. Gelar "Supit Urang" ialah gerakan lincah menyerang dan menjepit kapal musuh bagian demi bagian yang terlemah yakni bagian belakang "Panah Cepat" yakni tugas diberikan kepada kapal perang pada bagian ujung kiri kanan barisan mulai memisahkan diri, dan maju dengan kecepatan tinggi, biasanya pada bagian ini posisinya diduduki kapal serang cepat yang berukuran kecil.
     Dan tatkala armada Majapahit dalam posisi sebagai musuh yakni sedang menggelar "Panah Cepat" seperti digambarkan di atas dan tengah menghadapi lawan "Supit Urang", maka juru bendera akan diperintahkan oleh pimpinan armada Majapahit untuk segera mengubah gelar siasat perang menjadi "Kalajengking". Kalajengking biasanya memiliki ekor yang sangat berbahaya karena gesit bergerak ke sana kemari sambil menancapkan sengatnya yang berbisa. Gerakan lainnya dalam gelar "Kalajengking" ialah dua tangan di kiri dan kanan dekat bagian kepala Kalajengking mampu bergerak kuat ke segala arah sambil menembakkan cetbang, menabrakkan dan mampu menjepit kapal musuh.
     Jika gelar "Kalajengking" ini sukses menghadapi armada musuh "Supit Urang" yang lebih besar tersebut, maka sebagai pamungkas untuk menghancurkan musuh mereka, maka pihak armada Majapahit sekali lagi mulai mengubah gelar sehingga membentuk "Cakra Manggilingan"  yang biasanya digunakan oleh Angkatan Darat Majapahit dalam peperangan puputan atau total menghadapi lawan-lawannya yang seimbang di medan perang terbuka. 

    Gelar "Tapal Kuda" dalam siasat perang laut Majapahit yang biasanya membutuhkan jumlah besar kapal perang,  hanya digunakan untuk menghadapi kapal musuh yang hampir kalah dan berusaha mundur maka tidak membikin gelar apapun dan daya tempur kekuatannya semakin kecil.
    Pasukan Darat Majapahit terdiri dari berbagai divisi, yakni divisi infantri atau pasukan kaki, divisi pasukan kavaleri atau pasukan kuda, dan divisi pasukan Tank atau pasukan Gajah. Pasukan kaki terdiri dari pasukan pedang, pasukan tombak, dan pasukan panah. Pasukan panah dan tombak juga bisa ikut menaiki panggung gajah dan sehingga dapat melontarkan anak panah maupun tombak menjadi lebih tepat sasaran pada musuh.
      Siasat perang "Cakra Manggilingan" baru digelar setelah terjadinya pertempuran memasuki babak tengah dan akhir, gelar yang juga bisa dibuka di tengah laut itu memang gelar lanjutan untuk langkah "pemusnahan musuh". Satu ekor gajah dijaga oleh pasukan kaki,  karena tumit gajah adalah bagian paling lemah, bergerak maju menyerang musuh dengan cepat. Sementara sekelompok kecil pasukan kuda telah membuka jalan sebelumnya bagi gajah perang yang di punggungnya menggendong prajurit pemanah dan prajurit tombak. Sekelompok kecil musuh yang hampir terkejut oleh kedatangan pasukan kuda, dibuat lebih kaget lagi disambangi gajah yang kakinya menghancurkan apa saja yang diinjaknya, dan semburan panah dan tombak terus menghujani kelompok musuh.
     Dalam perang laut armada Majapahit maka gelar Cakra Manggilingan itu dibuka dan mulai mengeroyok musuh secara sendiri-sendiri. Gabungan kapal cepat, kapal perusak, dan kapal bekal (makanan dan amunisi) mengejar kelompok musuh yang berkekuatan lebih kecil dan memusnahkan mereka. Dan tatkala matahari mulai tenggelam, maka pertempuran laut semasa Majapahit itu dengan sendirinya akan dihentikan. Demikian pula dalam perang darat, begitu hari gelap maka masing-masing pasukan yang saling bertempur itu akan memutuskan untuk istirahat.
      Esok harinya, Armada Majapahit yang mendapatkan keunggulan sehari sebelumnya begitu mentari terbit mulai beraksi dalam formasi tempur gelar "Tapal Kuda" dan bergerak mengepung musuh yang mulai lemah. Berapapun lebar medan laut posisi musuh yang sedang mengalami keruntuhan akan tetapi pantang menyerah itu harus dapat ditutup dengan kekuatan dan jumlah kapal perang Majapahit yang tersedia, sehingga jarak antara kapal menjadi agak lebar tergantung daripada arena medan perang laut yang sedang mendidih. Begitulah keberanian pasukan laut Majapahit yang pantang mundur ke darat selama dalam pertempuran di medan lautan Nusantara dan di pojok-pojok bagian bumi selatan lainnya.
****
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 9:16 AM

Satrio Piningit Serat Darmogandul

Satrio Piningit Serat Darmogandul

Dalam rangka dan upaya kaum kolonialis kulit putih di Hindia menggelar 
politik pecah belah dan kuasailah (divide et impera), telah terjadi kesamaan yang persis seperti dilakukan oleh pemerintah kolonialis Inggris (British East Indies) di India dengan memberi dukungan terhadap karya Islami Mirza Ghulam Ahmad. Ternyata demikian pula yang terjadi di Hindia terhadap Serat Darmogandul yang penulisnya masih misterius pada kurun antara kekuasaan Inggris Gubernur Jenderal T.S. Raffles di Tanah Jawa hingga babak menjelang terjadinya Perang Jawa yakni perang yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro. Raffles malah sempat-sempatnya mempelajari peninggalan kebudayaan dan sastra Jawa yang kemudian dituangkan dalam History of Java terbit di London, dengan demikian dapat ditengarai pemerintah kolonial Hindia-Belanda bersama kolonialis Inggris meminjam jargon Orde Baru "patut diduga, tidak bisa tidak, langsung maupun tidak langsung"  terlibat dengan terbitnya Serat Darmogandul yang bertujuan memecah belah penduduk Pribumi Hindia.
      Sebagai bahan referensi memecahkan siapa penulis misterius Serat Darmogandul tatkala pertama kali terbit, pujangga klasik Jawa Ronggowarsito masih berusia 22 tahun, dan karya pujangga Pribumi tersebut dan juga para pendahulunya memiliki ciri khas karya mereka dalam bentuk syair nyanyian, antara lain gambuh. Sangat berbeda dengan Serat Darmogandul sudah berbentuk esai dalam bahasa Jawa campuran, ngoko dan krama inggil. Pada masa itu penulis Eropah sudah terbiasa menggunakan gaya tulisan demikian dalam bahasa Eropa, dan bisa jadi selanjutnya hasil karya penulis asing itu untuk keperluan penerbitan diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, sama sebagaimana bahasa yang dipergunakan dalam penulisan Serat Darmogandul.
      Selayang pandang Serat Darmogandul, pada babak perpisahan antara penasihat Majapahit, Sabdo Palon Noyo Genggong, dengan Prabu Brawijaya terjadi percakapan mengenai Satria Piningit atau Satrio Piningit (yang dimaksud di sini Ratu Adil) baru sebagai berikut:
    Sabdo Palon mengungkapkan kecewa hatinya kepada momongannya, Prabu Brawijaya, "Kula badhe pados momongan ingkang mripat satunggal." Kurang lebih artinya, "Saya akan mencari satrio asuhan yang bermata satu."
        Sang Prabu juga diminta oleh Sabdo Palon menjadi saksi kelak di masa depan mengenai munculnya Satria Piningit atau Satrio Piningit (yang dimaksud di sini ialah Ratu Adil) dalam percakapan berikut, "Ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon." kira-kira artinya "Kelak di masa depan akan muncul seorang Jawa menambahi pada nama aslinya nama yang dituakan: mbah, kyai, ki, dan lainnya, dan yang bersangkutan menguasai ilmu pengetahuan agama (Kejawen), dia lah yang diasuh oleh Sabdo Palon."
      Serat Darmogandul terlepas dari apakah di dalamnya itu asli atau plagiasi dari sumber lain (dari hasil karya sebelumnya oleh sang penulis Serat Darmogandul sendiri) dapat disebutkan isinya yang kontroversial ialah mengenai makar, subversif, atau upaya menggulingkan kekuasaan yang dilakukan oleh Walisongo terhadap kerajaan Majapahit. Sedangkan wali kesepuluh Syech Siti Jenar menentang makar terhadap Majapahit, maka dia harus disingkirkan dari muka bumi. Syech Jenar mengutuk salah seorang Sunan yang menghukumnya sebagai berikut, "Kelak di masa depan jika para raja (pemimpin) di Tanah Jawa hanya terdiri dari raja (pemimpin) yang sudah tua berusia lanjut, maka gantian aku yang menghukum gantung lehermu dengan lawe...."
      Serat Darmogandul sejak pertama kali diterbitkan tepat menjelang Perang Jawa meletus telah memecah belah kekuatan kaum agama (Islam) dalam melawan pemerintah Hindia-Belanda di samping itu juga telah menyurutkan dukungan massa rakyat jelata terhadap perang kaum santri tersebut. Konon pada bagian yang mengisahkan perjuangan salah seorang Sunan dalam upaya mengislamkan daerah Jawa Timur mulai Kertosono hingga Kediri dengan cara yang tidak disukai massa rakyat yakni merusak semua arca kuno berupa patung terbuat dari batu peninggalan leluhur dan mengikis habis berbagai bentuk budaya lainnya yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
      Pertentangan antara massa rakyat Syiwa-Buddha terhadap para pendakwah dan pemeluk Islam itulah yang menjadi missi utama Serat Darmogandul sampai hari ini. Maka tidak mengherankan tatkala menjelang pemilu tahun limapuluhan Serat Darmogandul dimunculkan kembali, hingga akhirnya malahan dijadikan buku terlarang. Apakah dengan larangan itu dapat menutup jejak masa silam mengenai keruntuhan Majapahit dan cara penyebaran agama Islam oleh Walisongo tidak dilakukan secara damai? Atau berusaha menutupi bahwa Raden Patah, Sultan Demak dari kerajaan Islam pertama di Jawa itu berdarah Tiongkok keturunan Brawijaya sendiri dengan putri Campa yang sedang mengandung dihadiahkan kepada Adipati Majapahit Arya Damar dari Palembang? 
       Sebagai gambaran dalam ajaran Islam adalah halal hukumnya membasmi kekafiran dengan cara tertentu dan dalam batas tertentu. Cara kekerasan dan tanpa kekerasan dianggap relatif saja. Apalagi merusak benda yang membawa kemusyrikan adalah sangat halal. Dan di sisi lain di seberang sana tentu hal sebagai itu dianggap suatu bentuk kekerasan terhadap sebuah benda hasil budaya.
      Dan yang paling dikhawatirkan pihak tertentu dalam Serat Darmogandul ialah ucapan Sabdo Palon yang akan kembali menyebarkan agama tertentu limaratus tahun lagi sejak beliau berpisah dengan Prabu Brawijaya, dan itu dianggap kehancuran bagi agama yang lain. Anggapan demikian itu tentu saja tidak sesuai dengan roda berputarnya sejarah yang selalu menghasilkan sintesa baru, dan bukan kembali pada tesis awal. Dan sintesa yang baru itu adalah "sesuatu yang lebih unggul" yang menjadi hasil daripada pertarungan dari pihak yang saling bertentangan selama lima abad itu.

Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 8:36 PM

Satrio Piningit Uga Wangsit Siliwangi

Satrio Piningit Uga Wangsit Siliwangi


Prabu Siliwangi yang hidup pada abad keenambelas masehi (1500-an), penguasa tanah Pasundan, raja besar kerajaan Hindu Sunda-Galuh, Pakuan-Pajajaran meninggalkan wasiat berupa ramalan masa depan bagi rakyatnya. Di abad keenambelas masehi (1500-an) itu bangsa Eropa kulit putih sudah berhasil berlayar mencapai wilayah Nusantara. Perseteruan antara kerajaan Islam dengan bangsa Eropa itu menempatkan kerajaan Pajajaran yang Hindu dalam posisi sulit, alias dimusuhi keduabelah pihak yang berseteru, Prabu Siliwangi cukup bijak dalam memilih dengan memihak Portugis dalam menghadapi serbuan Demak-Banten. 
      Portugis yang tengah mencari pangkalan di Nusantara bagi armada lautnya menyambut uluran persahabatan Pajajaran, dan dengan modal pakta persahabatan yang telah diraih, maka Portugis pada 1527 berupaya mendaratkan armada lautnya lengkap di Sunda Kelapa. Sayang sekali armada tersebut ditimpa naas terkena bencana topan badai dahsyat tatkala tengah berlayar menuju Sunda Kelapa, sehingga porak-porandalah armada Portugis tersebut dan akhirnya gagal memenuhi janji persahabatan dengan kerajaan Pajajaran. Untuk selamanya armada laut Portugis tidak mau mendarat lagi di Sunda Kelapa karena tidak sudi mengulangi kegagalan pertama, selanjutnya Portugis mencari pelabuhan lain di wilayah Nusantara yang bersahabat atau kalau perlu dipaksa untuk menjadi sahabat dalam upaya armada Eropa Barat itu mendirikan pangkalan laut guna menguasai jalur laut menuju pulau rempah-rempah di kepulauan Maluku.
      Pajajaran sebuah negeri pedalaman yang sangat kuat pertahanannya sudah disadari oleh Mahapatih Gajahmada bahwa sangat sulit untuk menghadapi pasukan Pajajaran yang berjumlah besar hanya mengandalkan angkatan laut Majapahit. Diperkirakan akan memakan waktu dan biaya besar untuk mengerahkan pasukan Majapahit dalam jumlah besar melalui laut ditambah lagi dengan perjalanan darat yang makan waktu berhari-hari. Dan sebaliknya bagi Pajajaran yang tidak memiliki armada laut itu tentu tidak pernah terlintas untuk menyerang wilayah lain melalui laut. Satu-satunya pilihan bagi Pajajaran selalu memperkuat pasukan darat untuk persiapan menahan serbuan musuh. Strategi perang yang dijalankan oleh Prabu Siliwangi memang sesuai dengan geografis dan topografis tanah Pasundan yang bergunung dan sebagian besar terdiri dari dataran tinggi, berhawa sejuk, konon terkenal rakyatnya paling tampan dan cantik se-Asia Tenggara. Maka tidaklah mengherankan pilihan strategi paling jitu, dan paling tepat yang dilakukan oleh Majapahit dalam upaya melebarkan pengaruh politiknya di Jawa Barat ialah melalui jalan perkawinan kerajaan. Akan tetapi upaya itu gagal karena dalam tahap akhir pelaksanaan misi tersebut akibat terjadinya Perang Bubat yang menewaskan calon pengantin berikut keluarga kerajaan Pajajaran yang turut mengiringinya.
      Prabu Siliwangi yang memerintah Pajajaran setelah terjadinya perang Bubat, merasa sendiri dalam menghadapi serbuan kerajaan non-Hindu. Majapahit telah runtuh beberapa puluh tahun sebelum sang Prabu marak menduduki singgasana Pakuan Pajajaran. Dan dengan runtuhnya Majapahit maka sasaran tembak kerajaan Demak dan Banten mengarah tepat ke ibukota kerajaan Sunda-Galuh tersebut. Sebagai benteng terakhir kerajaan Hindu setelah Majapahit, sang Prabu sudah merasa bahwa takdir sejarah memihak yang baru dan memunahkan yang lama. Runtuhnya kerajaan Hindu digantikan oleh kerajaan Islam adalah atas kehendak sejarah.
      Prabu Siliwangi berjanji kelak di masa depan akan selalu hadir dalam bentuk "wewangian yang harum semerbak" guna melindungi rakyatnya tertentu yakni yang berhati baik. Keraton kerajaan Pakuan Pajajaran yang berlokasi dalam radius beberapa ratus meter dari prasasti Batutulis Bogor pada empat mata angin rakyat yang setia pada Prabu Siliwangi akan menyebarkan dirinya telah diberikan gambaran mengenai masa depan mereka.
      Dari arah utara keraton kelak digambarkan kedatangan para tamu dalam jumlah besar yang selalu merepotkan para penduduk. Di mulai dengan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang menempati istana Bogor, sampai dengan Presiden Sukarno yang mendirikan dua istana, Istana Cipanas dan Istana Bogor. Keduanya datang dari utara, Jakarta. Dan kini para penduduk Jakarta yang cukup mapan selalu mengarahkan kendaraan pribadinya berlibur ke Bogor-Puncak dan membikin jalanan macet pada hari libur, mereka itulah yang disebut oleh Prabu Siliwangi sebagai tamu yang cukup merepotkan penduduk setempat.
      Dari arah Timur keraton Batutulis itu pada masa pemerintahan Sultan Agung Mataram pada abad enambelas datang perintah bagi rakyat Pajajaran untuk mengerahkan pasukan guna menyerbu Batavia yang tengah diduduki oleh pasukan Belanda. Serbuan pasukan ditambah dengan membendung sungai Ciliwung yang dilakukan olah Dipati Ukur pimpinan pasukan Mataram wakil dari tanah Pasundan itu tidak berhasil mengusir Belanda.
      Ke arah Barat keraton Pajajaran para pengikut Prabu Siliwangi yang mengundurkan diri ke daerah Lebak itu merasa aman berkat kedisiplinan mereka menjaga mandala kerajaan. Mereka secara ketat tidak menggunakan api yang menimbulkan asap yang mudah dideteksi musuh dari jarak jauh. Suku Baduy dalam yang merupakan turunan langsung rakyat Pajajaran di masa Prabu Siliwangi hingga hari ini terus menunggu isyarat berupa teriakan minta tolong di tengah malam datang dari arah Gunung Halimun, sebagai pertanda datangnya sosok pemimpin bijak. Suku Baduy paling dalam melarang diri dalam menggunakan peralatan modern antara lain listrik, dan kendaraan bermotor, yang mereka anggap adalah api yang itu juga (bisa memberi petunjuk posisi mereka pada musuh).
      Ke arah Selatan tempat arah yang dipilih Prabu Siliwangi berikut rakyat yang mengikutinya memang sangat tepat dijadikan basis pertahanan sekaligus membaurkan diri dengan mendiami lembah, dan dataran tingginya. Basis ini memiliki modal utama hawa yang sejuk dan tanah yang sangat subur di masa sekitar tahun enampuluhan adalah basis Darul Islam-Tentara Islam Indonesia. Dan juga pimpinan tertinggi Partai Komunis Indonesia juga memanfaatkan wilayah tertentu di Jawa Barat untuk eksperimen rahasia sebagai daerah basis pertanian berupa sistem pertanian kolektif seperti di Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok.
      Di samping itu juga sejak tahun enampuluhan hingga awal milinneum ketiga wilayah yang bergunung dan subur itu telah menjadi basis rebutan bagi Negara Islam Indonesia, HTI, maupun aliran Ahmadiyah, dan yang lainnya. Di masa revolusi kemerdekaan Pasukan Siliwangi yang hijrah ke Jawa Tengah jadi andalan kabinet Mohammad Hatta untuk menggempur pasukan komunis dan pasukan lainnya yang tidak setuju kebijakan pemerintah Soekarno-Hatta. Dalam konflik 1965 pasukan Siliwangi sebagian besar setia pada Bung Karno, di samping sebagian kecil yang mendukung Orde Baru Jenderal Soeharto. Semua itu terakumulasi di wilayah tanah Pasundan tidak mengherankan karena hutan-hutan dan alamnya relatif lebih terjaga dibandingkan di daerah lain di Pulau Jawa bagian Tengah dan Timur yang rusak parah.
      Juga dari arah Selatan itu menurut Prabu Siliwangi kelak akan datang dan asal Si Bocah Angon -- seorang penulis sejarah -- adalah si Satria Piningit atau Satrio Piningit yang mengetahui rahasia mengenai Ratu Adil. Si Bocah Angon yang rumahnya di ujung sungai, dan rumahnya berlantai tiga berpintu setinggi batu pada lantai kedua gemar memelihara tanaman dalam pot berupa pohon handeuleum yang berkhasiat menyembuhkan wasir, daunnya merah hati tua. Dan satu lagi pohon hanjuang, daunnya berwarna persis sama merah hati tua atau merah marun. Si bocah angon ini akan dijadikan sebagai tumbal, akan tetapi ia selalu berhasil meloloskan diri berjalan menuju ke arah barat dan menghilang bersama seorang lain berwajah penuh rambut, dan berpakaian serba hitam, dan yang pernah dipenjarakan oleh pemerintah karena dianggap sebagai pengacau keamanan. Mereka berdua yang bisa "melawan penguasa sambil tertawa" itulah yang sebenarnya Satria Piningit atau Satrio Piningit dan pendampingnya yang memegang rahasia mengenai Ratu Adil yang kelak muncul setelah timbulnya bencana alam berupa meletusnya tujuh gunung ditambah sebuah gunung lagi terdekat di arah sebelah selatan daripada keraton Prabu Siliwangi. Dengan kehadiran sang Ratu Adil, maka kejayaan Nusantara yang adil makmur sesuai keinginan dan ditunggu selama berabad-abad oleh rakyat jelata akan kesampaian. Demikian inti wasiat uga wangsit Siliwangi bagi segenap rakyat Pakuan Pajajaran khususnya dan umumnya bagi segenap rakyat Tanah Pasundan, Jawa Kulon.
      Bung Karno di akhir masa pemerintahannya memilih istana Bogor (tak jauh dari istana Pajajaran di sekitar Batutulis) dan sempat memberi wasiat beliau ingin dikebumikan di sekitar daerah Batutulis, Bogor, (di bawah pohon rindang dengan pemandangan lembah dan gunung nan indah) lebih memilih dirinya tenggelam daripada mengorbankan rakyatnya. Prabu Siliwangi yang dikebumikan di Rancamaya (dengan pemandangan lembah dan gunung nan indah) juga setali tiga uang lebih memilih dirinya tenggelam dengan alasan serupa. Sosok Bung Karno yang ibunya berasal dari pulau Dewata termaktub juga dalam uga wangsit Siliwangi. Dan tentu dengan sendirinya Bung Karno juga mengetahui hal demikian. Barangkali itu yang menjadi alasan beliau dalam membuktikan kebenaran uga wangsit Siliwangi maka memilih Batutulis sebagai tempat peristirahatan abadinya.
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 9:11 PM

Rahasia kejayaan maritime Nusantara

Rahasia kejayaan maritime Nusantara

mbah subowo bin sukaris

Wangsa Syailendera penguasa kerajaan Sriwijaya, wangsa Sanjaya penguasa kerajaan Mataram Hindu dan yang kemudian pindah ke Timur menjadi kerajaan Kahuripan, wangsa Isyana penguasa kerajaan Kediri, Singosari, dan wangsa keturunan Arok Dedes penguasa kerajaan Majapahit -- semuanya memiliki konsep negeri maritim dan berhasil mempersatukan sebagian maupun seluruh Nusantara  yakni dengan satu jalan membangun kekuatan militer di lautan.
    Hindia Belanda masih mengikuti aturan yang sama membangun kekuatan militer laut sebagai kekuatan terkuat di Nusantara. Selanjutnya Bung Karno yang pada saat-saat terakhir masa pemerintahannya sekitar tahun 60-an mulai membangun angkatan laut dalam upaya mengembalikan Papua maupun Malaya ke pangkuan ibu Pertiwi.
    Bung Karno berhasil menekan Belanda yang dibuktikan pada foto satelit Amerika Serikat bahwa kekuatan militer Indonesia sangat besar: kapal-kapal perang berserakan di semua perairan Nusantara. Belanda tidak cukup waktu untuk mengirimkan armada lautnya yang berpangkalan di Eropa.
    Peta politik tahun 60-an di Nusantara berhadapan dua kekuatan besar kekuatan politik Partai Komunis Indonesia melawan kekuatan militer Angkatan Darat. Dua kekuatan ini bertarung dan hasilnya Bung Karno jatuh bersama-sama dengan pendukungnya kekuatan laut dan udara. PKI juga musnah sampai ke akar-akarnya.
    Sebagai kekuatan pemenang tunggal adalah Angkatan Darat yang kemudian bersama kekuatan politik pendukungnya menyebut dirinya Orde Baru. 
     Orde Baru mencetuskan wawasan Nusantara yang dibenggoli Angkatan Darat menganggap lautan dan selat-selat di kepulauan Nusantara adalah sebagai penyambung dari pulau-pulau besar seolah-olah berbentuk daratan yang berupa perairan.
   Konsep pembangunan militer Angkatan Darat pasti bukan konsep negeri maritim. Dan konsep militer demikian terus berlangsung sampai sekarang sebagai watak dan warisan kekuasaan Orde Baru yang terus dilanggengkan. Sekali pernah muncul wawasan negeri maritim tatkala punjangga Pramoedya Ananta Toer diundang ke istana negara oleh Gus Dur hanya untuk dimintai paparan mengenai konsep kekuatan militer maritim dan negeri maritim Nusantara.
    Pembelajaran dari sejarah ratusan tahun yang silam, Kejayaan Nusantara dapat diraih gemilang bila di Nusantara terdapat kekuatan militer di lautan untuk menangkal invasi asing dan bukan membangun angkatan darat yang hanya cocok digunakan untuk memerangi rakyatnya sendiri yang membangkang.
   Dan betapa Mataram Sultan Agung yang mengerahkan angkatan darat sebesar duaratus ribu mengepung Batavia pada 1628 tidak berhasil mengusir Belanda yang cuma berjumlah ratusan orang, gara-garanya Sultan Agung belum memiliki kejayaan di lautan dan hanya mengandalkan perang darat besar-besaran dan ditambah perang laut kecil. 
      Di jaman Majapahit, istilah Menteri Pertahanan atau Anggabaya Majapahit hanya mengurusi Angkatan Darat Majapahit. Sedangkan Angkatan Laut Majapahit dipimpin langsung oleh Hyang Semodra Wisesa atau Ratu/Raja Majapahit sendiri. Angkatan Udara Majapahit belum pernah terbentuk. Undang-undang Keamanan Nasional Majapahit sebagian besar mengatur kekuasaan Angkatan Laut di lima titik konsentrasi, mereka bertugas di berbagai perairan, antara lain Laut Jawa, Selat Malaka, Samudra Hindia, Selat Bali, Selat Makasar, Laut Banda dan sebagainya.
        Arti Keamanan Nasional bagi Majapahit berarti kejayaan maritim di lautan Nusantara berada di tangan AL, mereka harus mampu membendung masuknya kapal-kapal musuh yang mengirimkan telik sandi, penyelundup, maupun pasukan militer yang datang dari segenap penjuru angin perairan Nusantara.
       Demikian pula tatkala terjadi tindak keonaran di wilayah daratan Majapahit yang kewalahan diatasi oleh Angkatan Darat maka Dewan Keamanan Nasional negara Majapahit yang terdiri dari para Laksamana panglima Laut bisa memerintahkan pasukan militer dari Pangkalan Angkatan Laut Majapahit yang terdekat untuk mengatasi huru-hara tersebut.
      Tugas utama Angkatan Darat Majapahit adalah mempertahankan tiap jengkal tanah dari agresor asing yang berhasil lolos menembus pertahanan Laut.
      Maka selama konsep pembangunan militer Orde Baru yang berorientasi angkatan darat, negeri kecil tetangga Malaysia dan Singapura dapat "ngece" dengan kekuatan maritim mereka yang berdasarkan konsep warisan kerajaan maritim Nusantara yang menganggap Selat Malaka adalah urat nadi kehidupan bagi segenap wilayah Nusantara.
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 11:22 AM

Semburan lumpur Lapindo dan kutukan pemberontak Majapahit

Semburan Lumpur Lapindo dan
Kutukan Pemberontak Majapahit


Raden Wijaya atau Krtarajasa dapat mendirikan kerajaan Majapahit dengan bantuan sahabat-sahabatnya para panglima pasukan perang: Ronggolawe, Lembu Sora, Kebo Anabrang, Nambi, Kuti, Semi. Semua sahabat tersebut berasal dari sekeliling wilayah inti Majapahit daerah hutan Tarik. Ronggolawe berasal dari Tuban sebelah barat Majapahit. Sahabat lainnya berasal dari tenggara dan timur. Raden Wijaya memerintah selama 17 tahun, sepeninggal beliau yang cuma memiliki putra dari Putri Melayu, Dara Petak di samping putri-putri beliau lainnya, sehingga takhta pun jatuh pada Jayanegara atau Kala Gemet pada 1309. Hal ini tidak memuaskan bagi sahabat pejuang pendiri Majapahit dengan alasan Jayanegara bukan orang yang tepat membawa keadilan bagi rakyat Majapahit. Di samping itu para sahabat ingin berkuasa di wilayah masing-masing sepeninggal Raden Wijaya, tentu hal itu berarti memberontak terhadap pemerintah dan raja.
  Seorang bintara Bayangkhara, pengawal raja, Gajahmada yang berasal dari wilayah timur tampil membasmi semua pemberontakan itu. Pertempuran terberat bagi Gajahmada tatkala melawan Lembu Sora, keduanya berasal dari wilayah yang sama, wilayah Gunung Kelud, Blitar. Pemberontakan Ronggolawe dari Tuban dapat ditumpas setelah Ronggolawe gugur di tangan Kebo Anabrang dalam pertempuran di Tambakberas sekitar 1295 menurut Pararaton; atau 1309 menurut Nagarakrtagama; dan terakhir pemberontakan Ra Kuti dari Pajarakan sekitar wilayah Kabupaten Probolinggo. Dengan demikian Gajahmada menjadi orang paling berkuasa di Majapahit sesudah ratu Tribuwana Tungga Dewi yang naik takhta menggantikan Jayanegara.
   Pasukan Majapahit berjumlah beberapa ribu dipimpin langsung oleh sang Mahapatih mengejar pasukan pemberontak yang dipimpin Lembu Sora sampai jauh memasuki wilayah hutan gunung Kelud. Karena keduanya sama-sama berasal dari daerah tersebut maka baik yang diburu maupun pengejarnya sama-sama tahu seluk-beluk wilayah itu.
Dalam pertempuran hidup-mati adu kesaktian antara Mahapatih Gajahmada dan sesepuh Majapahit yang setia pada Raden Wijaya Lembu Sora masing-masing merapalkan ajian saktinya sehingga menggegerkan semua makhluk kasar dan halus penghuni Gunung Kelud dan tentu saja pasukan dari kedua belah pihak. Maka terdengarlah suara kutukan Lembu Sora, “Seksenono yo, poro danyang sing mbaurekso gunung Kelud iki yen Kelud njeblug Blitar bakale dadi latar, Tulungagung bakale dadi kedung, Kediri bakale dadi kali, Sidokare (Sidoarjo) bakale dadi rowo, lan Ujung Galuh (Suroboyo) mbalik nyang asale.” Lembu Sora gugur dengan sebilah keris Majapahit menancap pada tubuhnya, Majapahit sebuah kerajaan yang ia perjuangkan dengan jiwa raganya sehingga dapat berdiri kokoh itu pula yang kini menjadi mencabut nyawa dari raganya.
Sambil menggenggam keris tanda pangkat mahapatih yang berlumur darah setelah mengalahkan dan menghukum Lembu Sora dengan cara terhormat Gajahmada spontan membalas kutukan itu, “Seksenono iki sumpahku ora mangan kabeh woh-wohan sing ono nduwur uwit nganti sak Nusantoro kabeh dadi jagade Mojopait.”


******
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 6:16 PM

Formasi Gugus Tempur Armada Kapal Perang Angkatan Laut Majapahit



Formasi Gugus Tempur Armada Kapal Perang Angkatan Laut Majapahit

mbah sghriwo

Di jaman keemasan kerajaan Majapahit pada abad keempatbelas masa Prabu Hayam Wuruk terdapat dua tokoh militer jenius yakni Mahapatih Gajahmada dan Laksamana Mpu Nala. Laksamana Mpu Nala sebagai Panglima Angkatan Laut Majapahit menempatkan gugus kapal perang berjumlah beberapa puluh untuk menjaga lima titik penting perairan Nusantara. Armada gugus pertama bertugas di sebelah barat pulau Sumatera sebagai gugus kapal perang penjaga samudera Hindia di bawah pimpinan Laksamana yang berasal dari Jawa Tengah; Armada gugus kedua kapal perang penjaga Laut Kidul atau sebelah selatan Pulau Jawa di bawah pimpinan seorang Laksamana putra Bali. Armada gugus ketiga bertugas menjaga perairan selat Makasar dan wilayah Ternate, Tidore, dan Halmahera di bawah pimpinan seorang Laksamana putra Makasar. Armada gugus keempat menjaga Selat Malaka dan Kepulauan Natuna di bawah pimpinan seorang Laksamana dari Jawa Barat. Terakhir Armada gugus kelima menjaga Laut Jawa hingga ke arah timur sampai kepulauan rempah-rempah Maluku, armada Jawa ini mengibarkan bendera Majapahit di tambah lagi bendera emas simbol istana Majapahit biasanya dipimpin oleh seorang Laksamana berasal dari Jawa Timur. 
    Setiap armada gugus kapal perang terdapat kapal bendera tempat kedudukan pimpinan komando tertinggi bagi semua kapal penyerang, kapal perbekalan, dan pelindung kapal bendera itu sendiri. Dari kelima armada Majapahit itu beban berat ialah menjaga perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang penuh perompak yang berpangkalan di sekitar wilayah Campa, Vietnam, dan Tiongkok. Armada keempat yang menjaga Selat Malaka itu biasanya dibantu oleh armada pertama penjaga Samudera Hindia jika perompak melarikan diri ke barat laut menyusuri Selat Malaka. Begitu pula Armada Laut Selatan biasanya membantu Armada Jawa dalam menjaga keamanan kapal-kapal dagang pembawa rempah-rempah yang melalui Selat Sunda yang lebih aman menuju India dan Timur Tengah.  Tugas lain armada Laut Kidul adalah menjaga Selat Bali dan perairan selatan Nusa Tenggara, bahkan di sebelah selatan Pulau Bali terdapat galangan kapal-kapal Majapahit yang cukup besar.
    Armada Ketiga bertugas menjaga kapal penyusup dari wilayah Mindanao Filipina sekaligus menjaga kepulauan rempah-rempah Maluku jika kekuatan Armada Jawa sedang dipusatkan di perairan Jawa untuk mengawal sang Prabu Hayam Wuruk berkunjung ke wilayah pesisir timur Pulau Jawa. Armada Jawa merupakan kekuatan terbesar Armada gugus kapal perang Majapahit karena tugasnya paling berat menjaga pusat kerajaan istana Majapahit sekaligus menguasai jalur laut menuju kepulauan rempah-rempah Maluku yang berkedudukan langsung di bawah pemerintah pusat Majapahit.
    Setiap kapal perang Majapahit bersenjatakan meriam Jawa yang disebut cetbang Majapahit. Pandai besi yang membuat meriam tersebut berada di Blambangan. Cetbang Majapahit adalah karya penemuan Mahapatih Gajahmada yang konon pernah diasuh oleh tentara Mongol atau Tartar yang menyerang kerajaan Singosari dengan kekuatan seribu kapal.
    Semua jenis kapal perang Majapahit mulai dari kapal perbekalan hingga kapal bendera adalah kreasi jenius dari Mpu Nala yang sekaligus seorang Laksamana Laut yang handal. Nala menciptakan kapal-kapal dari sejenis kayu raksasa yang hanya tumbuh di sebuah pulau yang dirahasiakan. Pohon raksasa dan cocok untuk dibuat kapal itulah yang membuat kapal-kapal Majapahit cukup besar ukurannya di masa itu.
    Setelah Gajahmada dan Mpu Nala wafat maka kekuatan Majapahit pun berangsur lemah apalagi tatkala terjadi perang paregreg kapal-kapal Majapahit saling serang satu sama lain dan kehancuran tak terelakkan lagi bagi seluruh armada. Setelah Majapahit lemah hanya tersisa Armada Jawa yang menguasai perairan Laut Jawa dan jalur laut menuju kepulauan rempah-rempah. Kemudian datanglah bangsa kulit putih yang tujuan utamanya ialah menguasai daerah penghasil rempah-rempah itu dengan modal kapal-kapal gesit dan lincah tidak terlalu besar ukurannya dibanding kapal Majapahit akan tetapi kapal asing itu bersenjata lebih unggul meriam yang bisa memuntahkan bola-bola besi dengan jarak tembak lebih jauh daripada kemampuan jarak tembak cetbang Majapahit.
****


related post
Rahasia Kejayaan Maritime Nusantara

Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 7:33 PM

Rahasia Goa Selomangleng

Rahasia Goa Selomangleng

mbah subowo bin sukaris

Julukan goa pertapaan Dewi Kilisuci adalah Selo Bale, artinya kurang-lebih bangunan tempat tinggal. Goa inilah pusat perhatian di masa pemerintahan Baginda Erlangga 1035-an sewaktu beliau memutuskan turun takhta dan menjadi pertapa di lereng gunung Penanggungan. 
    Dalam kurun singkat beberapa minggu pada1990-an siapa pun yang mengunjungi goa batu alami di punggung gunung Klotok sebelah Timur segaris lurus dengan Goa Selomangleng akan menjumpai seorang lelaki berusia delapan puluhan. Tampilannya biasa saja seperti petani, ia tidak mengenakan apapun selain celana panjang dan baju safari, pakaiannya itu pun tampak sudah tua.
    Lelaki itu berambut putih, bertubuh langsing, wajahnya tampak berseri-seri. Ia tidak banyak bicara kalau tidak ditanya.
   "Bapak tinggal sendirian di sini sedang melakukan apa?"
    "Saya hanya menjaga tempat ini atas perintah kraton Solo. Di sinilah tempat pertapaan Dewi Kilisuci yang sebenarnya, dan bukan di Goa Mangleng di bawah sana, itu hanya museum belaka," katanya penuh keyakinan. "Kami dari kraton Solo menganggap leluhur kami berasal dari sini (dari Kediri, Jawa Timur)." Ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengapa tempat itu harus dijaga saat ini. Ia mengalihkan pembicaraan pada bangunan di luar goa, tepatnya di seberang jurang menganga di lubang goa berukuran empat kali lima meter itu. Mengenai sedikit hipotesis mengenai misteri goa Selo Mangleng yang belum pernah dipublikasikan baca tulisan kami yang lain di blog ini berjudul, "Rahasia Kraton Sri Aji Joyoboyo".
    "Di tiga ceruk batu itulah para prajurit kerajaan bertugas mengawasi tempat ini," ujarnya. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut.
    Memang samar-samar tampak dinding bukit batu tegak lurus terdapat goa-goa kecil yang berukuran mini.
    "Tempat ini dulu tidak seperti ini, Ada jalan penghubung antara penjaga di seberang dan goa Selo Bale ini. Wilayah ini sekarang dikuasai pihak militer dan dijadikan ajang latihan perang-perangan menggunakan amunisi sungguhan. Mortir atau meriam biasa digunakan jika sedang masa latihan pada tahun 70-an. Dan senapan serbu laras panjang tidak terhitung lagi jumlah pelurunya yang berhamburan di sini."
    Memang benar semua itu, penduduk di kawasan ini  sudah tahu hal itu dan menganggap sebagai hal biasa. Memang tidak ada unsur kesengajaan dari militer untuk merusak situs itu, akan tetapi situs itu secara tak langsung terkena dampak buruknya.
    "Goa Selo Bale inilah yang benar-benar jadi tempat pertapaan putri Erlangga itu, bukan di Goa Selo Mangleng, itu hanya museum semata-mata," ujar lelaki tua mengulangi apa yang sudah dikatakannya belum beberapa bentar, kembali suaranya terdengar mantap dan meyakinkan.
    "Dulu tempat ini tidak sedalam ini, hanya sampai sebatas sini," katanya menunjuk lantai goa. "Orang-orang yang mencari harta-karun mencoba menggali dinding ini hingga bertambah sekitar setengah meter. Tampaknya tidak berhasil mendapatkan apapun."
    "Sampai sekarang orang belum berhasil menemukan peninggalan heboh kerajaan Kediri. Mungkin berada di balik bukit ini!" katanya serius, sambil menunjuk suatu sudut punggung gunung. Jika kita berjalan melingkari bukit dan tiba di balik bukit itu memang terdapat air terjun kecil, Tretes. Dan di seberang sana sebelah selatan terdapat daerah dengan julukan Gemblung, bila orang berjalan di atas daerah itu seolah ada suara dari dasar tanah berbunyi "bung, bung, bung." Mungkin ada semacam ruang bawah tanah berukuran besar.
    Di balik bukit sebelah timur terdapat sumber air suci Gunung Klotok, tempat itu terkenal dengan sebutan Sumber Loh, karena di hulu aliran air yang lumayan deras itu kebetulan terdapat sebatang pohon Lo berukuran raksasa, dan dari lobang-lobang di sekitar akar pohon itulah awal mula mata air yang terus memancar sepanjang masa, tak kenal musim, dan tak kenal jaman.
    Beberapa tahun kemudian jika orang tersasar atau sedang mendaki gunung Klotok dan tiba di tempat itu akan menjumpai kembali goa tersembunyi itu sunyi seperti sediakala. Tidak seorang pun berada di sana. Sesunyi sebuah goa misteri yang lain di balik bukit yang sama tempat itu disebut "Goa Kikik", arti harfiahnya kurang lebih goa mini. Barangsiapa mencari goa yang satu itu akan kesulitan menemuinya karena tiada bedanya dengan bongkahan batu biasa saja. Akan tetapi goa itu memang asli pahatan tangan nenek-moyang di masa silam. Goa Kikik seperti garis pertahanan lain dari arena perbukitan itu untuk memapak pendatang dari jurusan barat laut yang sedang mengarah ke Goa Selo Bale.
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 4:08 PM

Rahasia Angkatan Laut Majapahit

Rahasia Angkatan Laut Majapahit

mbah subowo bin sukaris


Sebuah manuscript sastrawan masyhur Pramoedya Ananta Toer telah hilang tak tentu rimbanya berjudul "Mata Pusaran" dan belum pernah diterbitkan pihak manapun mengisahkan masa-masa Majapahit menjelang keruntuhannya,  sepertinya kisah itu mirip dan aktual untuk hari ini di tengah berlangsung di pentas panggung peta politik Indonesia.


1440 Masehi
"Rakyat mulai berkumpul di gedung pengadilan dekat pelabuhan Gresik, pelabuhan utama Majapahit, membentuk persidangan mengadili siapa saja yang dianggap bersalah diseret ke gedung itu. Hakim-hakim rakyat mulai mengadili dan memberikan hukuman mati kepada para punggawa korup Majapahit. Petinggi militer Majapahit yang kesohor korupnya terutama dari angkatan laut yang compang-camping akibat Paregreg mulai diseret satu demi satu, tidak pandang bulu, pahlawan maupun pecundang kena bagian juga diseret ke pengadilan rakyat.
    Majapahit yang kala itu diperintah oleh wanita-wanita perkasa Maharatu Suhita sedang sibuk merenung di istana memimpikan keutuhan Negara Kesatuan Kerajaan Majapahit (NKKM) yang mulai hancur dan terpecah itu.
    Kekuasaan tertinggi terutama di bidang militer telah diberikan kepada Ni Ken Supraba.
    Cadangan negara Majapahit menjadi kurus akibat perang dalam negeri meladeni Blambangan. Dan terjadinya desersi di kalangan AL Majapahit. Masing-masing komandan akhirnya pada pulang kampung membawa perlengkapan militernya masing-masing guna menjaga wilayah sendiri. Di masa itu salah satu galangan kapal Majapahit cukup besar di wilayah pantai Selatan Bali. 
    Suami Maharatu Suhita, Aji Ratna Pangkaya kembali ke tanah leluhurnya: Semenanjung Malaka. Dengan bantuan pasukan Tiongkok yang merajalela dengan politik superhalusnya menggerogoti kekuatan kerajaan Majapahit yakni membantu lawan-lawan politik Suhita terutama kerajaan bawahan Majapahit.
    Tiongkok mengerahkan perwira berbakat Sam Po Kong, atau Ma San Pao untuk menghancurkan Majapahit dengan cara halus, dan bertindak atas nama pribadi Dampo Awang alias San Po Toalang. Dengah kelihaian orang Tiongkok yang satu ini maka lepaslah kekuasaan Majapahit di Palembang, Kalimantan Barat, dan Singapura, juga negeri Campa.
    Manusia Majapahit kala itu menurut manuscript Pramoedya tersebut masih memiliki kesempurnaan diri dan tidak dapat dianalogikan dengan orang modern sekarang yang telah melata di bawah dominasi bangsa kulit putih selama berabad. Walau pun kemerdekaan pada 1945 yang konon para pemimpinnya berusaha membangun kembali nation dan character building. Membangun kembali manusia terbebas dari sebutan bangsa kuli di antara bangsa-bangsa.

Ni Ken Supraba seorang wanita dari kalangan bawah naik ke puncak kekuasaan mengepalai seluruh kekuatan militer laut majapahit guna menertibkan angkatan laut yang mulai bertindak sendiri dan sulit dikendalikan oleh pusat kekuasaan di istana. Konon rahasia kekuatan laut Majapahit sejak jaman Gajahmada yaitu terletaknya pimpinan yang dipegang oleh Mpu Nala sebagai panglima tertinggi.
    Mpu Nala dalam membangun kekuatan laut yang tersohor kala itu, beliau menemukan sejenis pohon raksasa yang dirahasiakan lokasinya, untuk membangun kapal-kapal Majapahit yang berukuran besar di masa itu.
    Persenjataan kapal-kapal Majapahit berupa meriam Jawa. Konon ciptaan Gajahmada kecil pernah diasuh oleh tentara Mongol yang dikirim Kublai Khan menyerbu Jawa guna membalas penghinaan yang dilakukan oleh Prabu Krtanegara mencoreng-coreng wajah utusan Tiongkok yang menuntut agar Singosari tunduk di bawah kekuasaan Tiongkok. Gajahmada diajarkan oleh pengasuhnya orang Mongol itu mengenai prinsip senjata api sederhana. Selanjutnya Gajahmada mengembangkan senjata api itu untuk mempersenjatai kapal-kapal perang Majapahit ciptaan Mpu Nala I yang istimewa itu, hingga mampu merajai wilayah di perairan Selatan (Nan Yang).
   Keturunan Mpu Nala terus melanjutkan kepemimpinan militer Majapahit. Mpu Nala II tidak segemilang pendahulunya apalagi militer laut sudah demikian parah dalam melakukan tindak korupsi di wilayah kekuasaan masing-masing, sehingga rakyat tidak lagi menghormati kekuasaan pemerintahan pusat. Dan menurunkan wibawa Majapahit di kalangan kerajaan taklukannya. Di masa kehancuran itu Mpu Nala II tidak segemilang pendahulunya. Sehingga seperti yang terjadi kemudian, kekuatan laut yang tersohor di Nan Yang itu saling bertempur satu kapal dengan kapal yang lain.

Itulah naskah Pramoedya yang belum pernah diterbitkan oleh siapapun, di sini patut dicatat poin penting dari naskah tersebut bahwa andai NKRI runtuh dan itu diakibatkan oleh maraknya korupsi besar-besaran di kalangan militer terutama angkatan laut di daerah terpencil, atau membekingi usaha-usaha gelap berupa apa pun yang merugikan negara, apalagi sampai mengeruk upeti dari rakyat kecil di daerah terpencil. Maka rakyat akan menyeret mereka itu ke depan mahkamah bentukan rakyat biasa.
    Mudah-mudahan tidak demikian yang bakal terjadi dalam hal ini militer dan terutama kepolisian di masa modern ini malah membela yang lemah, dan mau memberantas korupsi dalam tubuh internal mereka sendiri sehingga tetap jayalah NKRI.
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 11:05 AM