Semburan Lumpur Lapindo dan
Kutukan Pemberontak Majapahit
mbah subowo bin sukaris
Raden Wijaya atau Krtarajasa dapat mendirikan kerajaan Majapahit dengan bantuan sahabat-sahabatnya para panglima pasukan perang: Ronggolawe, Lembu Sora, Kebo Anabrang, Nambi, Kuti, Semi. Semua sahabat tersebut berasal dari sekeliling wilayah inti Majapahit daerah hutan Tarik. Ronggolawe berasal dari Tuban sebelah barat Majapahit. Sahabat lainnya berasal dari tenggara dan timur. Raden Wijaya memerintah selama 17 tahun, sepeninggal beliau yang cuma memiliki putra dari Putri Melayu, Dara Petak di samping putri-putri beliau lainnya, sehingga takhta pun jatuh pada Jayanegara atau Kala Gemet pada 1309. Hal ini tidak memuaskan bagi sahabat pejuang pendiri Majapahit dengan alasan Jayanegara bukan orang yang tepat membawa keadilan bagi rakyat Majapahit. Di samping itu para sahabat ingin berkuasa di wilayah masing-masing sepeninggal Raden Wijaya, tentu hal itu berarti memberontak terhadap pemerintah dan raja.
Seorang bintara Bayangkhara, pengawal raja, Gajahmada yang berasal dari wilayah timur tampil membasmi semua pemberontakan itu. Pertempuran terberat bagi Gajahmada tatkala melawan Lembu Sora, keduanya berasal dari wilayah yang sama, wilayah Gunung Kelud, Blitar. Pemberontakan Ronggolawe dari Tuban dapat ditumpas setelah Ronggolawe gugur di tangan Kebo Anabrang dalam pertempuran di Tambakberas sekitar 1295 menurut Pararaton; atau 1309 menurut Nagarakrtagama; dan terakhir pemberontakan Ra Kuti dari Pajarakan sekitar wilayah Kabupaten Probolinggo. Dengan demikian Gajahmada menjadi orang paling berkuasa di Majapahit sesudah ratu Tribuwana Tungga Dewi yang naik takhta menggantikan Jayanegara.
Pasukan Majapahit berjumlah beberapa ribu dipimpin langsung oleh sang Mahapatih mengejar pasukan pemberontak yang dipimpin Lembu Sora sampai jauh memasuki wilayah hutan gunung Kelud. Karena keduanya sama-sama berasal dari daerah tersebut maka baik yang diburu maupun pengejarnya sama-sama tahu seluk-beluk wilayah itu.
Dalam pertempuran hidup-mati adu kesaktian antara Mahapatih Gajahmada dan sesepuh Majapahit yang setia pada Raden Wijaya Lembu Sora masing-masing merapalkan ajian saktinya sehingga menggegerkan semua makhluk kasar dan halus penghuni Gunung Kelud dan tentu saja pasukan dari kedua belah pihak. Maka terdengarlah suara kutukan Lembu Sora, “Seksenono yo, poro danyang sing mbaurekso gunung Kelud iki yen Kelud njeblug Blitar bakale dadi latar, Tulungagung bakale dadi kedung, Kediri bakale dadi kali, Sidokare (Sidoarjo) bakale dadi rowo, lan Ujung Galuh (Suroboyo) mbalik nyang asale.” Lembu Sora gugur dengan sebilah keris Majapahit menancap pada tubuhnya, Majapahit sebuah kerajaan yang ia perjuangkan dengan jiwa raganya sehingga dapat berdiri kokoh itu pula yang kini menjadi mencabut nyawa dari raganya.
Sambil menggenggam keris tanda pangkat mahapatih yang berlumur darah setelah mengalahkan dan menghukum Lembu Sora dengan cara terhormat Gajahmada spontan membalas kutukan itu, “Seksenono iki sumpahku ora mangan kabeh woh-wohan sing ono nduwur uwit nganti sak Nusantoro kabeh dadi jagade Mojopait.”
******