Penaklukan Bhre Wirabhumi

Penaklukan Bhre Wirabhumi
mbah subowo.
1480 Saka.
     “Dialah otak dan kunci kekuatan Adipati Blambangan,” kata dalam hati Anggabaya Majapahih Arya Wirageni. Separatis Wirabhumi -- berdasarkan keterangan para telik terdahulu yang dikirim ke ibukota Lumajang -- memiliki patih yang handal, Kakang Sugriwa. (Hayam Wuruk Anumerta memberikan wilayah Blambangan kepada Wirabhumi, agar Majapahit terlindung dari ujung Timur pulau Jawa itu. Akan tetapi sejak Wirabhumi memberontak, dan Wilayah Lumajang bergabung, maka Wirabhumi memindahkan pusat kekuasaannya ke Lumajang.)
    Arya Wirageni, Panglima Pasukan Darat Majapahit itu sengaja membiarkan dirinya jadi tawanan Wirabhumi. Wirageni ingin membuktikan betapa berpengaruhnya kecerdasan Patih Kakang Sugriwa terhadap putra selir Hayam Wuruk Anumerta itu.
     Salah seorang putra Anggabaya Majapahit yang telah renta itu  Bidung Talon menjadi prajurit Lumajang-Blambangan. Anggabaya itu berusaha agar Bidung Talon ditugaskan ke garis depan. Dalam kesempatan seperti itu, beberapa kali mengutus Bidung Talong mengantarkan suratnya ke tangan Sri Ratu di Wilwatikta.
     “Yang Mulia Sri Maharatu, mohon ampun, karena tidak berkabar. Kali ini kami akan membuat rencana matang untuk menghancurkan otak Lumajang-Blambangan. Persembahan bakti kami tengah dijalankan dengan memisahkan Bhre Wirabhumi dan Kakang Sugriwa kami yakin kekuatan Lumajang-Blambangan akan menjadi lemah.”
     Sebelum kedatangan Anggabaya Majapahit ke Lumajang, saat ini menjadi pusat pemerintahan Wirabhumi. Tangan-tangan Kakang Sugriwa di Majapahit sangat panjang berliku. Setiap serangan Majapahit terhadap wilayah Tapal Kuda di Selatan-Timur yang memberontak itu selalu berhasil dihalau dengan mudah oleh Patih Kakang Sugriwa hanya dengan strategi mengerahkan pasukan yang mobile. Anggabaya Majapahit dengan cerdik menggali info jaringan Blambangan di pusat Majapahit. Dengan modal itulah ia sukses menghancurkan jaringan telik Kakang Sugriwa di Wilwatikta.
     Perang Paregreg memasuki babak tengah. Berdasarkan Amana Gappa penggunaan meriam Jawa, cetbang hanya boleh digunakan di laut. Dalam perang Paregreg, aturan itu mulai dilanggar oleh kedua pihak. Perang di malam hari memang belum pernah terjadi, karena begitu matahari tenggelam perang harus diakhiri untuk hari itu. Itu bukan aturan tertulis hanya tradisi dalam setiap peperangan yang telah berlaku lama.
     “Yang Mulia Sri Maharatu, saat ini Lumajang-Blambangan Wirabhumi telah kehilangan Kakang Sugriwa untuk selamanya. Majapahit dipersilakan mempersiapkan diri melakukan serbuan besar-besaran. “
     Sri Maharatu Dewi Ratna Suhita memerintahkan Smodraksa Laksmana Centhini untuk mulai mempersiapkan pasukan besar yang akan diangkut kapal perang Majapahit untuk mendarat di Pelabuhan Panarukan.
     Pasukan Darat dan Laut Majapahit akan menyerbu melalui jalan darat dan melalui jalur laut, guna menjepit kekuatan Wirabhumi dari sebelah Barat dan Utara wilayah Tapal Kuda. Satu-satunya balabantuan yang mungkin datang bagi pasukan Wirabhumi berasal dari Timur, Bali.
      Armada Laut Kidul dengan ketat menjaga dan menjepit kekuatan Wirabhumi dari Selatan. Jung-jung Tiongkok Cheng-Ho patut diwaspadai karena selama ini mereka telah mendarat dari Laut Kidul menyuplai bantuan berupa keping-keping emas untuk membiayai perang pasukan Wirabhumi.
*****


Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 7:59 AM