Ramalan Joyoboyo tentang ibukota NKRI baru
mbah subowo
Dalam lima tahun ke depan (2019-24) sejalan dengan
keputusan Presiden Jokowi pada periode satu (2014-19) dan direalisasikan pada
periode dua memindahkan lokasi pusat pemerintah NKRI dari Jakarta ke Pulau
Borneo, tepatnya di provinsi Kalimantan Timur.
Salah satu alasan pemindahan ibukota demi pemerataan
demografi, ekonomi, dan mengurangi beban Pulau Jawa yang kini tengah menyangga
separoh populasi warga NKRI. Penghidupan secara umum di Pulau Jawa sudah sesak
oleh pertumbuhan populasi penduduk. Kondisi ibukota Jakarta yang kini menjadi
kota yang berada di luar batas kewajaran terutama besarnya kegiatan ekonomi dan
lingkungan polusi udaranya. Bandingkan pada 1970-an udara Jakarta masih bersih,
Gunung Salak di pagi hari masih tampak dari lokasi Tugu Dirgantara (Pancoran).
Sekali lagi pemindahan ibukota yang telah dicanangkan
sejak pemerintahan Presiden Sukarno pada era 1960-an. Dengan harapan serta
tujuan terjadinya transformasi kemajuan penghidupan penduduk dari Jawa ke luar
Jawa serta eksodus penduduk Nusantara menuju Borneo, baik dari Pulau Jawa
maupun Pulau besar lainnya segera terwujud. Pulau Jawa akan berkurang bebannya
dalam menyangga populasi separoh warga NKRI.
Dan diperkirakan eksodus besar-besaran penduduk Jawa
dari Pulau paling subur di Asia (Jawa) ke wilayah baru itu akan menyisakan
separoh penghuninya (di Pulau Jawa). Berikut ini bait syair mengenai penduduk
yang pindah dari Jawa dalam ramalan Joyoboyo yang hidup pada abad keduabelas
masehi (1100-an):
"Wong Jowo kari separo" (Joyoboyo, 1100-an)
Kelak di masa depan (ramalan selalu mengenai masa
depan) akan terjadi sesuatu peristiwa penghuni Pulau Jawa merantau ke wilayah lain
Nusantara atau di luar Pulau Jawa hingga menyisakan hanya separoh penghuninya.
Sekian untuk sekali ini.
*****