Novel Korupsi - Pramudya Ananta Tur

Novel Korupsi - Pramudya Ananta Tur

Korupsi – dulu aktual menghebohkan, sekarang lebih-le­bih aktual lagi, cuma saja sekarang sudah menjadi biasa, tidak  terlalu mengejutkan lagi. Pramoedya menggambarkan bagai­mana korupsi yang semula menjadi masalah moral individu kemudian berge­ser sebagai problema sosial-politik, sebagai fenomena sosial yang membudaya, dengan istilah sekarang sudah “tersosialisasi”, inheren dalam sistem. Bersamaan ­de­ngan itu, ludes pula segala cita-cita revo­lusi, idealisme ke­pahlawanan yang bersedia berkorban menegakkan kemerdekaan dan me­lawan ketidak-adilan zaman kolonial.
      Korupsi – membaca judulnya saja pembaca dengan sendiri­nya terasosiasi dengan KKN Suharto berikut anak-anak dan para kroninya. Pramoedya mengisahkan Korupsi ini di tahun 1953, sekarang di akhir dan awal abad 20/21 masalahnya tetap sama, inti hakekatnya tidak berubah – cuma skala angka yang berbeda jauh, ratusan dan ribuan menjadi milyaran dan tril­yunan berbareng dengan rasa malu yang sudah mandul dan juga ikut ludes sama sekali.
      Buku ini diterbitkan dalam rangka program kerja Hasta Mitra untuk mencetak ulang seluruh karya-karya Pramoedya yang sudah menjadi klasik dalam khasanah sastra Indonesia.

Jakarta, Februari 2002                                                                      Hasta Mitra, ed.
****

Korupsi – penyakit masyarakat seusia keberadaan umat ma­nu­sia hidup di bumi yang tiada pernah tersembuhkan.
      Sebagai pemerhati jeli yang se­nantiasa terlibat langsung da­lam kehidupan lingkungan­nya, gejala masyarakat itu tidak luput dari ke­kar­yaan Pramoedya seba­gai pe­nga­­rang. Kisah ini ditulis di tahun 1953 semasa ia selama enam bulan ber­mukim di Belan­da. Yang menarik dari karya Pramoedya ini adalah bagaimana ter­gambar suatu “mutasi sosial” dalam per­mainan korupsi itu. Yang semula kecil, mewabah luas menjadi kebiasaan sosial. Pada awalnya korupsi terpaksa dilakukan se­orang pegawai kecil gara-gara tekanan eko­nomi dan inflasi, gaji yang kecil sudah tidak mampu mem­beayai hidup keluarga. Jalan pintas – seperti sudah dilakukan lebih dulu oleh rekan-rekannya – ternyata nyaman sekali, dia sukses sebagai koruptor yang menikmati segala kemewahan di kota besar. Perbuatannya tentu berakhir di tempat setiap koruptor seharusnya berada: penjara.
      Pada saat Pramoedya menulis kisah masyarakat ini, skala korupsi dan penggelapan dana publik yang terlibat seakan tak ada artinya dengan KKN yang kita alami semasa rejim Soeharto berkuasa sampai sekarang.
       Situasi dan kondisi lain, hakekat masih tetap sama.
ISBN : 979-8659-26-0


Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 10:42 PM