mbah subowo
Peristiwa perang
saudara 1965 merupakan kejadian yang tidak diinginkan terulang kembali. Perang
saudara tersebut faktanya ialah mengeliminir kekuatan politik, serta faham
marxis-leninis dari bumi Nusantara. Perang saudara 1965 terjadi akibat
provokasi dan campurtangan baik oleh kekuatan dalam negeri sendiri maupun atas
bantuan pihak asing, terutama negeri Barat yang antikomunis.
Dengan enyahnya
kekuatan politik golongan kiri dari Nusantara, benarkah semua golongan
menikmati kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
Pemberangusan
golongan kiri pasca perang saudara 1965, nyatanya justru melahirkan
pemerintahan orde baru yang fasis dan otoriter lebih dari tiga dasawarsa.
Pasca lengsernya
kekuatan Orde Baru pada 1998, dengan sendirinya kekuatan politik sipil dan
militer yang setia mendukung Orde Baru ikut melengserkan diri sendiri.
Kini pemerintahan
demokratis yang naik panggung kekuasaan sudah berjalan lebih dari duapuluh
tahun. Tanpa penggunaan kekuatan militer ala Orba yang memaksa orang seragam
berfikir dengan penguasa, ialah munculnya kekuatan baru golongan kanan yang sangat
militan berseberangan dengan penguasa. Hasilnya mudah ditebak yakni terjadinya
pemberangusan sebagian kekuatan politik minoritas golongan kanan yang saling
“bergaduh” satu sama lain di masa pemerintahan yang lalu dan di masa
pemerintahan sekarang.
Berikut ini sekadar
referensi mengenai terjadinya perang saudara dari nujum masyhur Nusantara yang
hidup pada abad keduabelas masehi:
Ana peperangan ing
jero
Timbul amarga para
pangkat akeh sing padha salah paham (Jayabaya, 1100-an)
Pada suatu kali di
masa depan akan terjadi perang dalam negeri di Nusantara. Perang saudara
tersebut terjadi akibat persaingan dalam upaya jegal-jegalan sebagai sesama
kekuatan politik yang pada awalnya mendukung penguasa yang sah pada masa itu.
Tujuan daripada
saling sikut-sikutan di antara berbagai kekuatan politik terbesar adalah upaya
meraih tujuan akhir yakni meraih kekuasaan politik dalam Negara Nusantara.
Siapapun Dia Sang
pemenang yang muncul adalah Dia yang mampu memanfaatkan situasi dan kondisi demi
kepentingan sendiri akibat terjadinya salah paham di antara berbagai elemen
kekuatan pendukung kekuasaan Negara.
Sekian untuk sekali
ini.