Jaman Edan dan Blusukan Jokowi
mbah subowo bin
sukaris
Jaman edan menurut definisi "Ramalan" Joyoboyo suatu masa depan atau di jaman tatkala perilaku dalam praktek
kehidupan manusia berubah serba terbalik. Sedangkan definisi Jaman Edan menurut
R. Ng. Ronggowarsito adalah kelak di masa depan terjadi jaman dan kala itu suasana
hati, jiwa, dan hasrat manusia telah berubah serba terbalik alias berhati “jahat”.
Pramoedya Ananta Toer
sang sastrawan antiJavanis setidaknya menamai era tersebut di atas sebagai “jaman
modern”.
Walhasil Surabaya—Jakarta
dapat ditempuh tidak lagi hanya seharmal akan tetapi cukup 10 jam.
Sebagai contoh “jaman
edan” menurut Joyoboyo: konon sejak jaman purba hingga abad kesembilan belas
(1800-an) kaum pria menyetir gerobak sapi maupun kereta kuda yang selanjutnya
berevolusi menjadi kendaraan mobil bermesin, sedangkan wanitanya selama berabad
berposisi penumpang.
Kini (2016), sudah
lumrah mayoritas di jalan-jalan justru kaum hawa berada di balik kemudi
kendaraan roda empat. Sementara kaum prianya dan juga sebagian wanitanya lebih
memilih roda dua yang gesit.
Sebagai contoh jaman
edan menurut Ronggowarsito, manusia biasa dan juga yang jadi petinggi kini berubah
jahat : korup, narkoba, dan berbagai tindak kejahatan lainnya walau demikian masih ada juga sebagian manusia
yang tetap baik, itulah yang paling beruntung di jaman ini.
Bung Pramoedya
menamai dominasi kaum hawa di jalan raya itu sebagai emansipasi kaum hawa.
Berkat kemajuan teknologi microchip, micropocessor, elektro, robotika, dan mesin jet di Jaman edan kini
sedang gencarnya memasuki fase jaman ruang angkasa perjalanan kendaraan antarplanet, antargalaksi.
Berbagai negeri berlomba bersama mengembangkan teknologi canggih agar bisa
mengarungi angkasa luar menuju planet dan bulan di tatasurya. Dunia baru
“angkasa luar” patut dieksplorasi oleh
negeri yang berlimpahan daya, dana serta teknologi, mereka memang ingin menaklukkan angkasa sebagai
pencapaian tiada akhir.
Betapa tidak, angkasa
luar memiliki jutaan-milyaran galaksi dan seisinya: nebula, "blackhole", bintang (matahari), planet, bulan dan lainya -- memang tidak bertepi batas, di segenap jagad
raya posisi planet bumi yang sepanjang sejarah sejengkal demi sejengkal diperebutkan
oleh negeri-negeri kolonial ini cuma bagaikan “debu” di jagad raya.
Dalam dunia militer Jaman
edan memasuki fase alutista militer tertinggi dengan diciptakannya beragam
alutista (alat utama sistem senjata) militer mulai senjata laser di ruang
angkasa, hingga peluru kendali nuklir; mulai dari kapal induk hingga kapal
selam siluman; mulai dari robot tempur hingga jet tempur kecepatan subsonic --
dan juga kendaraan darat maupun air, dan lain sebagainya.
Peperangan serba
canggih di jaman edan ini terus-menerus tiada akhir terjadi sejak ditemukannya
ladang minyak bumi di berbagai negeri di TimTeng, mulai dari negeri Afgan
membentang hingga Afrika Utara. Semua saja negeri itu mayoritas penduduknya
adalah muslim, mereka berperang memperebutkan pengaruh serta ideologinya
masing-masing, yang sebenarnya sumbernya cuma satu saja, ajaran Muhammad s.a.w.
Di jaman edan ini
faham komunisme juga sudah dimodifikasi sesuai kebutuhannya sebagaimana yang
eksis di Tiongkok. Demi menguasal ladang gas dan minyak bumi yang itu juga Tiongkok
tidak malu-malu berubah atau mengubah diri jadi imperialis di LCS (Laut Cina
Selatan) .
Di jaman edan ini
pula Korea Utara yang komunis terus-terusan main-main dengan roket peluru
kendali demi tujuan untuk menakuti tetangganya: Korea Selatan dan Jepang yang selalu
dikendalikan dari belakang oleh Amerika Serikat.
ISIS yang berfaham
Khawarij itu nekad unjuk gigi di Suriah—Irak menggalang berbagai sektor
kekuatan yang telah dimilikinya. Apa yang terjadi selanjutnya? Seluruh dunia
tiada satu negeri pun terang-terangan yang mendukung ISIS. Walau demikian ISIS
tiada peduli dukungan dari siapapun barangkali juga tiada butuh apalagi belagak
peduli.
Juga di jaman edan
ini NKRI telah dua kali berlangsungnya pilpres secara langsung oleh rakyat. Dan
pada pilpres kedua terpilih seorang tokoh memiliki nama Jawa yang kenthal “Joko
Widodo”, yang dicintai media karena hobinya waktu jadi petinggi suka blusukan
terutama ke pasar tradisional (blusukan—(bhs. Jawa): memasuki tempat-tempat
yang berada di pojok-pojok tersembunyi, tempat yang tidak menarik perhatian
bagi petinggi lain).
Lawan-lawan politik
Jokowi kini semua saja terdiam sejuta basa, tak mampu berkata-kata – seperti dulu
lagi -- penuh remehan dan ejekan. Tepat sebagaimana digambarkan dalam salah
satu “quotes” Pramoedya: barang siapa yang berubah posisi dari aktivis menjadi
aparat maka ia tiada lagi berani bersuara nyaring untuk maju membela bangsanya
(seperti waktu jadi aktivis). Dan itu terjadi lantas apa sebabnya?
“Mereka yang demikian
perilakunya itu karena takut perutnya.... kelaparan, ” sambung Bung Pramoedya....
******