Mencatat Jasa Besar Suharto
Surat-surat kabar Indonesia sedang ramai membicarakan status mantan Presiden Suharto. Ada yang menghendaki Suharto tetap harus diadili -– pengampunan adalah urusan belakang setelah lebih dulu ada keputusan pengadilan, sebaliknya ada pula yang menghendaki pengadilan terhadap mantan Presiden Suharto tuntas dihentikan.
Presiden SBY mengambil keputusan mengendapkan dulu persoalannya, akan tetapi Jaksa Agung dan Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan menyelonong ambil keputusan sendiri, sama sekali mengabaikan keputusan Presiden. Istilah “mengendapkan” rupanya boleh saja dipluntir atau ditafsirkan ke segala jurusan.
Sekarang coba kita tengok sebentar ke luar Indonesia, tengoklah ke bekas Sovyet Uni dan ke Tiongkok-RRT masa-kini. Negeri-negeri komunis memang selalu menghadapi kesulitan menulis sejarahnya sendiri, terutama apabila pemimpinnya meninggal dan kemudian muncul pimpinan baru dengan kebijakan baru. Di Rusia sekarang, Lenin dianggap kentut dan Stalin dianggap kotoran yang harus dilupakan dan dibuang jauh-jauh. Di Tiongkok-RRT masa-kini, rakyat yang sekarang mulai merasakan kemakmuran dan menikmati kebebasan memuja-muja Teng Siao Ping sebagai pemimpin yang sangat berjasa tetapi mereka tidak membuang sejarah, mereka masih berbicara tentang Mao Tse Tung dengan tetap rasa hormat. Di mulut rakyat Tiongkok terdengar penilaian arif: Mao Tse Tung membikin kesalahan, tetapi dia besar sekali jasanya bagi rakyat Tiongkok dan bagi Tiongkok sebagai negara. Kesalahan Mao Tse Tung terutama terjadi di tahun-tahun akhir usianya, sebelum itu jasanya tidak ternilai besarnya. Mereka lantas dengan pragmatis menggunakan timbangan antara jasa dan kesalahan -– menilai mana yang lebih berat?
Kesimpulannya: jasa Mao Tse Tung luar biasa besarnya, kesalahannya maksimal cuma 30% bahkan barangkali cuma 10% -– dan apa yang dilakukan rakyat dan pemerintah Tiongkok adalah mengoreksi dan memperbaiki kesalahan Mao Tse Tung itu. Walhasil Tiongkok dan rakyatnya masa-kini dengan kiprah kesejahteraan dan pembangunan ekonomi besar-besaran, tetap mencintai dan menghormati Mao Tse Tung di samping Teng Siao Ping yang dielu-elu.
Bagaimana dengan Suharto?
Apabila menilai struktur-kekuasaan sekarang atau lebih jelas: pendapat para pejabat dan mantan pejabat (temasuk jendral aktif dan pensiunan), maka suara dari mereka akan mengatakan : bersikaplah adil !! Jangan pernah lupakan jasa-jasa besar Suharto! Secara implisit ucapan itu jelas bermaksud menyatakan, “sudahlah jangan ganggu lagi Pak Harto yang sudah tua dan sakit-sakitan. Dia sudah berjasa sekali sebagai Bapak Pembangunan, maafkan dia, dan hentikan tuntas pengadilan terhadapnya!”
Mayoritas pendapat yang sedang pegang kekuasan di Indonesia adalah seperti di atas itu, maka dengan sendirinya kita sudah bisa duga apa kelanjutan nanti dari keputusan “mengendapkan” perkara Suharto. Sebaliknya kita tidak pernah akan tahu suara rakyat yang sebenarnya, sebab seluruh mass-media, TV, radio dan suratkabar, pada dasarnya menjadi penyalur suara pejabat, sehingga dengan sendirinya suara itulah seakan merupakan “public opion” yang dominan dan harus dianggap sah di Indonesia. Lagi pula seluruh perangkat dan aparat negara, eksekutif, yudikatif, legislatif dan pimpinan ABRI dominan di tangan para pewaris Orde Baru Suharto.
Benar sekali jasa pemimpin jangan dilupakan!!!
Marilah sekarang kita secara katagoris merinci jasa-jasa besar Pak Harto.
1. Presiden Jendral Suharto tidak ternilai jasa besarnya dalam menumpas komunisme dan PKI sampai ke akar-akarnya dan akhirnya juga dengan gemilang menyingkirkan Presiden Sukarno.
Negeri gembong anti-komunis nomor satu di dunia sendiri pun, Amerika Serikat dengan paradigma MacCarthy, tidak pernah berhasil menumpas komunisme seperti apa yang dilakukan oleh Suharto. Dalam sejarah politik modern umat manusia sedunia, tidak pernah ada preseden seperti prestasi gemilang oleh Suharto itu dalam memusnahkan tuntas suatu ideologi berikut penganutnya secara fisik. Dalam pada itu Presiden Suharto secara verbal tetap mengumandangkan Indonesia berpolitik netral bebas aktif, tetapi dalam hakekat berada satu kubu bersama apa yang menamakan diri “The Free World”.
2. Pak Harto bukan saja seorang militer ulung, tetapi beliau juga politikus handal yang mampu meng-optimalkan momentum-momentum kepentingan pribadi yang selalu implisit berhasil dia integrasikan sebagai kepentingan Negara, Bangsa dan Rakyat Indonesia. Contoh gamblang paling mencolok : terbunuhnya secara keji jendral Achmad Yani cs menjadi berkah maha akbar yang beliau manfaatkan secara optimal; beliau dengan gemilang berdiri di atas bangkai-bangkai pahlawan revolusi itu untuk meraih puncak kekuasaan tertinggi sambil memproklamasikan menyelamatkan kesaktian Pancasila. Sebagai militer-politikus beliau juga berhasil mengamankan dan meratakan jalan dari segala penghalang yang datang dari lawan atau pun dari kawan sendiri, seperti antara lain jendral Nasution, jendral Ton Sudharsono, jendral Sarwo Edhi, jendral Ali Sadikin dan jendral Hoegeng.
3. Pak Harto adalah “Bapak Pembangunan” yang berhasil membangun Indonesia tanpa menggunakan uang sendiri melainkan terutama dengan utang dari luar negeri. Beliau berhasil bukan saja menjadi Presiden terkaya di dunia sepanjang sejarah umat manusia, tetapi sekaligus juga tanpa keringat banting-tulang mampu menggaruk kekayaan bumi tanah-air Indonesia demi memperkaya seluruh anak-cucunya, berikut pendukung-pendukungnya menjadi milyuner dan multi-milyuner dollar dadakan. Di puncak prestasi ekonominya itu, Pak Harto berhasil mewarisi utang-utang itu pada rakyat Indonesia untuk melunasinya.
4. Pak Harto berhasil cemerlang gilang-gemilang mengendalikan kerangka berpikir inteligensia Indonesia sehingga mampu menyeragamkan otak berpikir mereka agar selalu berpikir sepenuhnya sesuai dengan apa yang diingini beliau. Kaum cendikia terlatih menerima berbagai gagasan rekayasa sebagai kenyataan dan kebenaran, terlatih seni hipokrisi di segala bidang kegiatan kemasyarakatan, sosial-budaya-politik-hukum. Pelanggaran hukum dan hak-hak azasi betapa pun beratnya, dalam era Pak Harto mampu menjadi sesuatu yang konstitusional, resmi dan serba sah.
Bung Karno pernah mengatakan, “Jangan pernah melupakan sejarah!”
Betul, jangan lupakan jasa-jasa besar Pak Harto!!!