Ramalan Joyoboyo, "Bangsa Tionghoa"




Ramalan Joyoboyo, "Bangsa Tionghoa"


Sejak masa silam Negeri Tiongkok diketahui secara luas memiliki kebudayaan paling tua sekaligus tinggi di antara bangsa-bangsa lain di dunia: bangsa Mesir, Mesopotamia, dan bangsa Lembah Indus. Rasulullah Muhammad s.a.w. bersabda, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Tiongkok." Hingga sampailah kini di awal abad keduapuluh satu, Tiongkok telah memilih dengan mantap menjadi negeri Komunis yang konsisten menjalankan diktatur proletariat warisan V.I. Lenin. Tentu saja doktrin itu disesuaikan dengan perkembangan jaman dengan menambahkan doktrin lain yang mencerminkan dinamika sistem komunis yang sesuai jamannya.
     Menurut kajian ilmiah para sejarahwan modern, manusia Nusantara beserta kebudayaannya berasal dari Indochina. Itu berarti bukan hanya bangsa Indochina yang bermigrasi ke Nusantara akan tetapi terdapat juga bangsa Tionghoa kuno, karena perpindahan bangsa Tionghoa ke Indochina hanya terhalang oleh perbatasan alam. 
    Dengan latar belakang bangsa Tionghoa sudah mencapai Nusantara sejak ribuan tahun lalu maka tidak mengherankan bahwa peranan bangsa Tionghoa sangat signifikan dan penting, juga dominan, dalam menentukan kejayaan maupun keruntuhan negeri Nusantara sejak masa silam, baik dalam soal memberikan pengaruh dengan perbuatan yang baik maupun dalam mempengaruhi bangsa Nusantara dengan budaya yang tidak baik alias jahat. Jangan lupa dengan sejarah mengenai peran satu orang dengan seribu nama: Sam Po Toa Lang, Sam Po Kong, atau Ma San Pao, Cheng Ho, Dampo Awang dalam memasukkan ajaran Islam sekaligus mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa, tentu saja setelah berhasil menggusur kerajaan Syiwa-Buddha di Jawa. Di bidang ekonomi Nusantara bangsa Tionghoa sangat berjaya, mereka kuasai semua mulai dari sektor pedagang perantara satu atau pedagang besar/distributor, pedagang perantara dua atau agen, dan tiga alias pedagang eceran. Kebaikan dan kejahatan bangsa Tionghoa tentu setua kebudayaan mereka. Sisi pengusaha/pedagang yang baik jika bicara soal pengusaha raksasa yang populer dinamai konglomerat putih dan yang sebaliknya kurang baik, dan populer disebut konglomerat hitam. Dua kelompok pengusaha-pedagang ini tak jarang juga saling bertarung adu kekuatan fisik ataupun non-fisik demi memajukan bisnis mereka, mereka semua adalah manifestasi dari kekuatan baik dan tidak baik. Dalam dunia politik mereka mengelompokkan diri dan tentu yang mempengaruhi mereka ialah apa yang sesuai dengan pedalaman/tradisi leluhur mereka sendiri, yang terjadi ialah adanya pertarungan di antara mereka yang pro Tiongkok Daratan melawan kelompok lain yang pro Taiwan. Oleh sebab itu penting bagi non-Tionghoa mengetahui hal tersebut agar jangan hantam kromo dan gebyah uyah menganggap bangsa Tionghoa di Nusantara itu bersatu padu, mereka juga punya pilihan masing-masing sesuai kebutuhan dan kehidupannya sendiri.
    Maka tidaklah mengherankan bahwa Prabu Sri Aji Joyoboyo dari abad kesebelas sudah meramalkan tentang bangsa Tionghoa jahat sebagai berikut:

cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring
melu Jawa sing padha eling
sing tan eling miling-miling
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding
eling mulih padha manjing

 
Bangsa Tionghoa tetap berusaha berpindah-pindah akan tetapi dalam koridor wilayah Nusantara jika dalam keadaan darurat. Mereka yang tersadar terhadap kesalahan sendiri berusaha mendekati orang Jawa (penduduk setempat). Mereka yang tidak mau sadar akan kesalahan terus merasa was-was bak seorang pencuri yang tertangkap basah, kemudian hidup dalam pelarian dengan cara berpindah-pindah tempat tinggal. Mereka (bangsa Tionghoa) yang tidak bersalah apapun dan memutuskan tetap tinggal di tempat, akhirnya dibenci oleh penduduk sekitarnya.

****
artikel lain yang bersinggungan


Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 8:56 AM