Pramoedya Ananta Toer ed. & Stanley Adi Prasetyo ed.
Memoar Oei Tjoe Tat
Pembantu Presiden Soekarno
mbah subowo bin sukaris
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari puluhan atau ratusan suku bangsa yang mau mempersatukan diri, berkat tokoh pemersatu ulung yang telah mempersatukan Nusantara tanpa meneteskan darah setitik pun dialah Bung Karno. Dalam pemerintahan Soekarno, terdapat seorang menteri yang berasal dari salah satu suku minoritas, walau demikian sebenarnya sang minoritas itu juga adalah sebuah bangsa besar di tanah leluhurnya, Tiongkok, itulah suku dan bangsa Tionghoa.
Presiden Soekarno yang penuh perhatian pada Negeri Tiongkok dan bangsa Tiongkok yakni orang Tionghoa. Mereka pun telah menjadi penduduk Nusantara selama berabad, walau demikian masih mengukuhi tradisi leluhurnya. Presiden Soekarno telah mengangkat sebagai Menteri yakni Oei Tjoe Tat kelahiran Semarang dari keluarga Tionghoa. Sudah sepantasnya Bung Oei ini mampu menjalankan tugasnya dengan baik berkat pendidikan tinggi yang dimiliki Bung Oei. Ia seorang sarjana hukum yang pernah membuka biro pengacara bersama tokoh-tokoh Tionghoa terkenal lainnya sehingga sangat dikenal sebagai sosok pendekar hukum.
Oei Tjoe Tat seorang petinggi Baperki, dengan kapasitasnya ini memang layak untuk mendampingi Presiden Soekarno menjalankan roda pemerintahan. Dalam musyawarah mendirikan Badan Permusyawarahan kewarganegaraan Indonesia Oei Tjoe Tat namanya sejajar dengan tokoh lainnya yakni Siauw Giok Tjhan yang kemudian tampil menjadi pemuka Baperki. Tujuan Baperki jelas menjadi corong bagi keturunan Tionghoa dalam persoalan politik dan kenegaraan.
Oei Tjoe Tat yang jujur dan tidak mau memanfaatkan jabatannya demi harta itu sangat cocok dengan Presiden yang juga orang tidak berharta. Tugas-tugas yang dibebankan kepada Oei Tjoe Tat antara lain mengunjungi daerah-daerah yang padat penduduknya dan pasti ada komunitas Tionghoa yang besar. Di Kalimantan Barat, Singkawang penuh dengan penduduk Tionghoa yang rata-rata ekonominya kurang mampu. Kedatangan seorang wakil Pemerintah Pusat bahkan wakil pribadi Presiden Soekarno yang nyata-nyata orang awak itu tentu membawa dampak yang positif bagi Republik yang belum kokoh itu.
Oei Tjoe Tat terpilih menjadi Pembantu Presiden Soekarno bukan tanpa pertimbangan asal-asalan, malahan sebaliknya, Oei Tjoe Tat menjadi orang yang dipercaya Presiden dalam peristiwa Gerakan September 1965 untuk mengumpulkan jumlah korban di daerah-daerah yang terjadi perang saudara antara golongan komunis dan golongan agama.
Oei Tjoe Tat yang cukup luwes itu akhirnya menyimpulkan sekian kali lipat jumlah korban dari hasil laporan yang diberikan pejabat setempat. Jutaan korban orang-orang yang tewas itu perlu dihitung tanpa menggolongkan dari kelompok mana mereka berasal. Karena dapat dipastikan hampir 90 persen tentu orang-orang yang dianggap komunis.
Oei Tjoe Tat yang cukup luwes itu akhirnya menyimpulkan sekian kali lipat jumlah korban dari hasil laporan yang diberikan pejabat setempat. Jutaan korban orang-orang yang tewas itu perlu dihitung tanpa menggolongkan dari kelompok mana mereka berasal. Karena dapat dipastikan hampir 90 persen tentu orang-orang yang dianggap komunis.
Memoar Oei Tjoe Tat |
Konfrontasi dengan Malaysia dan lain-lainnya sebagai kebijakan Soekarno itu ternyata tidak selalu berjalan mulus. Ada pihak lain terutama dari kalangan sesama militer yang mencoba membangun kekuatan sendiri demi kelak membawa keuntungan diri di masa depan. Kelompok semacam inilah yang dengan lihai dideteksi dan dapat diakali oleh Oei Tjoe Tat dalam rangka menyampaikan tugas-tugasnya yang dibebankan oleh Soekarno yang sangat dihormatinya.
Prahara politik dengan terjadinya Gerakan September 1965 membawa imbas dahsyat bagi siapa saja termasuk aparat pemerintah dan pejabat pemerintahannya mulai dari tingkat rendahan hingga seorang menteri. Oei Tjoe Tat bukan saja terlempar dari jabatannya dan tidak mendapatkan sepeserpun uang pensiun, juga tidak mendapatkan penghargaan apapun dari pemerintah lanjutan yang menggantikan Orde Lama yakni Orde Baru. Orde Baru lebih jauh lagi bertindak melarang Buku "Memoar Oei Tjoe Tat" ini.
Prahara politik dengan terjadinya Gerakan September 1965 membawa imbas dahsyat bagi siapa saja termasuk aparat pemerintah dan pejabat pemerintahannya mulai dari tingkat rendahan hingga seorang menteri. Oei Tjoe Tat bukan saja terlempar dari jabatannya dan tidak mendapatkan sepeserpun uang pensiun, juga tidak mendapatkan penghargaan apapun dari pemerintah lanjutan yang menggantikan Orde Lama yakni Orde Baru. Orde Baru lebih jauh lagi bertindak melarang Buku "Memoar Oei Tjoe Tat" ini.