Pramoedya Ananta Toer Perburuan

Pramoedya Ananta Toer 

Perburuan

Menulis baginya bukan sekadar mengetik dan menggerakkan imajinasi. Jauh lebih serius daripada itu, bagi Pramoedya menulis sudah seakan menjadi religi. Memang justru lewat Perburuan inilah, Pramoedya mengakui mengalami untuk pertama kali penghayatan gaib dalam karier sebagai seorang pengarang. Itulah pengalaman mistisnya yang pertama, tetapi kemudian penghayatan itu menunggal mendarah daging dengan seluruh jiwa dan raga, dengan sikap dan semangatnya pada tap kali ia menulis buku-bukunya yang sesudah itu menyusul.  Dia hidup untuk menulis, dan menulis untuk hidup. Mengertilah kita sekarang bahwa orang yang sadar merasa dirahmati amanat Ilahi seperti itu tidak bisa ditahan untuk menulis -- apa pun yang terjadi baginya: menulis jalan terus, sebagaimana kebutuhan kita semua untuk bernafas. Ilmuwan dan kritikus sastra Indonesia A. Teeuw menulis dalam 'Pramoedya Ananta Toer -- De Verbeelding van Indonesie', bahwa "... bagi Pramoedya menulis adalah berjuang untuk kemanusiaan suatu kemampuan memandang ke dalam nilai-nilai eksistensi kehidupan (dan ini mengatasi segala ideologi nasional atau politik!)..." Sewaktu Pramoedya masih di Pulau Buru, Prof. Teeuw juga menulis (1979): "... kendati apa pun dikatakannya mengenainya, Pramoedya tetap merupakan penulis yang hanya satu lahir dalam satu generasi, bahkan satu dalam satu abad...."
    Menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1994, Hasta Mitra menerbitkan kembali karya klasik Pramoedya Ananta Toer ini, sebuah novel yang telah mengantarkannya langsung tegak berdampingan dengan para penulis dunia, bukan hanya karena kisah Perburuan kebetulan erat kaitannya dengan hari bersejarah itu, terutama karena kita merasa kali ini kita merayakan Hari Kemerdekaan dalam suasana keterbukaan yang lebih balik, lebih maju dan lebih nyaman. Iya 'kan?
    Keterbukaan bukan sekadar ada kaitannya dengan kebebasan dan kelonggaran-kelonggaran tertentu; lebih daripada itu keterbukaan adalah suatu kondisi sosial -- suatu state of mind. Menerapkan dan memberlakukan keterbukaan dalam masyarakat sangat erat berkait dengan kelahiran produk-produk sosial baru, kelahiran rasio dan paradigma baru, wawasan baru yang rasional dan sehat; meninggalkan segala ketertutupan dan ketidak-dewasaan yang tidak sehat.
    Semoga sidang pembaca dapat ikut menikmati persembahan Hasta Mitra ini: sebuah mutiara paling cemerlang, di saat kita sama-sama merayakan Hari Besar Kemerdekaan Nasional kita.
Joesoef Isak, ed.
Jakarta, 17 Agustus 1994

***

Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 8:27 PM