Pramoedya Ananta Toer
dan rahasianya
mbah Sghriwo
Sastrawan masyhur yang satu ini memiliki tulisan tangan yang super cantik menawan. Di jaman Jepang Pramoedya Ananta Toer sempat mempelajari stenografi dengan hasil memuaskan sebagai syarat menjadi wartawan kantor berita Domei yang dipimpin Adam Malik. Pramoedya memiliki tugas khusus membikin kronik-kronik hasil peperangan balatentara Dai Nippon di Asia Timur. Jepang harus diberitakan berhasil memenangkan pertempuran di mana-mana. Tulisan steno yang dikuasai penulis besar itu sangat bermanfaat baginya dalam menulis cepat sekali dalam menuangkan ide dan imajinasinya yang luar biasa. Di masa dalam kamp tahanan Buru 1965 terbukti Pramoedya mampu membikin novel dengan tulisan tangannya yang khas, Arus Balik. Tulisan tangan Pramoedya sangat menawan dan mudah dibaca oleh siapa saja yang terbiasa membaca jenis tulisan steno yang berubah jadi tulisan biasa. Gaya tulisan seperti ini dikuasai oleh para wartawan senior yang berkiprah di tahun limapuluhan dan enampuluhan.
Pramoedya Ananta Toer memiliki latar belakang seorang jurnalis di masa pendudukan Jepang. Dengan modal awal itulah yang selanjutnya membuatnya terbiasa dan terlatih dalam dunia tulis-menulis terutama cerita pendek atau cerpen.
Sejumlah tulisan dalam bentuk cerpen dan buku yang dihasilkan Pramoedya sebelum 1965 bertema perang dan perang, biografi keluarga dan pengalaman pribadinya terutama bersama ibunda tercintanya. Pramoedya berkarya super pesat dan menghasilkan masterpiece justru tatkala berada dalam kamp pengasingan Pulau Buru, ia meringkuk dalam tahanan Pulau Buru dengan tuduhan menjadi pemberontak dan tanpa sidang pengadilan dirinya divonis terlibat Gerakan 30 September 1965. Baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dan bersekutu dengan Partai Komunis Indonesia yang melakukan gerakan September 1965.
Pramoedya berhasil menulis ribuan lembar naskah untuk beberapa judul buku yang spektakuler dalam hal mutu dan tema yang belum terjamah oleh penulis lainnya di Nusantara. Judul-judul tema bukunya dapat diurutkan dan dikategorikan dalam periode sejarah Nusantara yakni periode kerajaan: Kediri, Singosari, Majapahit, Demak, Mataram Islam, hingga periode berikutnya yakni masuknya bangsa-bangsa Barat ke Nusantara: Portugis, Prancis, Inggris, Belanda, dan Jepang. Pramoedya merekonstruksikan bahan sejarah yang ada dalam ingatannya tanpa referensi apapun lainnya dalam berkarya di pengasingan ia berusaha untuk tidak menuliskan buku sejarah akan tetapi menulis novel fiksi sejarah.
Karya Pramoedya memiliki ciri yang khas: anti-Javanisme, anti-takhyul, anti-mitos, dan anti-kekuatan supranatural atau gaib. Dan yang patut ditambahkan lagi anti-cengeng. Perkara soal agama dalam karyanya walau ia bersikap sangat kritis, dan membangun, akan tetapi sangat memukau pembacanya ditambah lagi dengan kejeniusannya bertutur-kata dalam tulisan. Ia berlatar belakang pendidikan lulusan sekolah Tinggi Islam di ibukota.
Jalinan kalimat yang disusun dari kata perkata membuktikan kebrilyannya dalam berfilsafat atau olah pikir. Ciri khas lainnya ia sangat piawai dalam membantah sejarah yang dianggapnya konyol dan tidak masuk akal lantas ia mengubahnya menjadi jelas dan gamblang. Pramoedya berusaha menyaring bagian sejarah yang penuh mitos atau rekayasa menjadi masuk di akal pembaca modern yang kritis. Pramoedya seolah selalu mendengar bisikan dari dewa atau tuhan saat menulis hal-hal yang sejak dulu berupa takhyul sehingga patut diluruskan dalam mendapatkan kebenaran rasional. Singkatnya ia memanipulasi sejarah yang tidak masuk akal, penuh mitos dan takhyul menjadi sejarah perjuangan kelas; sejarah raja-raja menjadi sejarah rakyat-jelata. Pramoedya tidak segan-segan mengangkat derajat wong cilik, dan sebaliknya membenamkan manusia bermahkota ke dalam kubangan lumpur bekas mandi kerbau. Itulah Pramoedya. Kaya dengan progresifitas, dinamis, namun selalu berada di jalur rel yang benar dan masuk di akal manusia, akal yang sempurna.