Pramoedya Ananta Toer Cerita dari Blora

Pramoedya Ananta Toer 

Cerita dari Blora

by Subowo bin Sukaris

Anak pertama dari lebih lima bersaudara ini merasai betul figur seorang ayah yang tidak demokratis menurut pandangan anak kecil. Priyayi kecil Jawa memang mementingkan karier dan kehormatan semu orang Jawa yang mengarah budaya kerajaan Jawa yang tunduk melata berabad di bawah telapak kaki kolonialisme Barat. 
    Jawa yang benar-benar Jawa ialah Jawanya sebelum bangsa Barat memasuki wilayah Nusantara. Pada waktu itu rakyat kecil lebih tunduk pada otoritas yang lebih rendah berupa perangkat desa sederhana, lebih dari itu soal lain lagi. Raja boleh berkuasa dan bertakhta di ibukota kerajaan, bagi rakyat kecil asalkan kehidupan berlangsung aman damai dan sejahtera tidak ada beban pajak berlebihan maka cukuplah bagi mereka.
    Mamuk demikian nama anak tokoh Cerita dari Blora yang mulai belajar memasuki dunia sekolah itu merasai betapa penghidupan bagi seorang anak kecil penuh dengan dominasi orang dewasa terutama figur seorang ayah cuma perlu dipatuhi perintahnya dan tidak bisa menjadi sahabat bagi anak-anak dalam hal ini dirasakan Mamuk yang merasa mendapat kasih-sayang dari sang ibu.
    Budaya Jawa menganggap seorang kakak harus dihormati dan bagi seorang yang lebih muda menghormati yang lebih tua. Dalam prakteknya sehari-hari bila saudara kandung sudah membentuk keluarga masing-masing maka untuk menyambung tali silaturahim seorang adik wajib mendatangi rumah kakaknya dan seorang kakak tidak wajib mendatangi rumah adiknya. Demikian pula seorang anak wajib patuh terutama tanpa reserve kepada seorang ayah atau bapak.
    Dalam prakteknya Mamuk merasai hal itu sangat tidak adil bagi anak kecil. 
    Saat masuk sekolah tiba bagi Mamuk. Kebetulan sang ayahnya menjadi gurunya sendiri di sekolahnya. Apa yang didapatnya bukanlah kemudahan dan kemanjaan akan tetapi beban itu lebih berat menghadapi seorang ayah sekaligus pelajaran sekolah.
    Ayah Mamuk yang bernama Mastoer nekad mendirikan sebuah sekolah rakyat secara mandiri dan berdikari bebas dari aparat Gubernur Hindia Belanda. Pada waktu itu Partai Nasionalis Indonesia yang berubah menjadi Partai Indonesia Raya sejak Bung Karno masuk penjara Sukamiskin di Bandung.
   Ayah Mastoer seorang pendukung partai bentukan Bung Karno dengan mengambil prakarsa membangun sekolah yang berdiri bebas dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
    Mamuk alias Pramoedya Ananta Toer alias Pramoedya Ananta Mastoer yang lahir 6 Febriari 1926 itu mengalami masa krisis ekonomi dunia 1929 yakni "Malaise" berlangsung beberapa tahun itu pada akhirnya juga padam dan berjalan kembali normal. Dalam masa itulah di rumah Mamuk sang ayah sempat membeli mesin cetak untuk memproduksi selebaran yang berpropaganda bagi nasionalisme Indonesia.
    Kesibukan sang Ayah yang demikian rupanya tidak mudah dipahami untuk anak kecil, maka karena tidak pernah memperoleh perhatian dan kasih sayang itulah membikin sang anak mengidolakan sang ibunya yang berbeda jauh bagai bumi dan langit soal-soal perhatian bagi seorang Mamuk.
    Dalam karya-karya sepanjang hidupnya Pram sangat mampu melukiskan demikian dahsyatnya figur seorang wanita atau ibu. Sebaliknya sulit baginya dalam Cerita dari Blora ini menjadi pondasi dari semua karyanya mengenai figur seorang tua laki-laki atau ayah.

****


Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 8:09 AM