Ramalan Jayabaya, "Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Nusantara"


Ramalan Jayabaya, "Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Nusantara"

by mbah Subowo bin Sukaris

Dalam rangka merebut kekuasaan dengan kudeta merangkak sejak 1 Oktober 1965 rejim Orde Baru telah melakukan kejahatan kemanusiaan skala besar terhadap para pengikut Sukarno, kejahatan kemanusiaan yang lebih parah dilakukan oleh Orde Baru terhadap anggota/simpatisan Partai Komunis Indonesia. 
      Hingga 2013 ini para epigon atau penggembira doktrin anti-komunis pro-Amerika tetap berkukuh dengan sikap sangat setuju terhadap tindakan yang telah dilakukan rejim Suharto 1965-1966 yang melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap Sukarnois dan orang komunis. Para loyalis orde baru dan pemboncengnya mati-matian membela langkah Jenderal Suharto pada 1965-1969 sebagai tindakan yang patut dibenarkan dan dihargai sebagai sosok pahlawan.
      Sebagai gambaran waktu itu ribuan pejabat dan pendukung pemerintahan Sukarno telah dipecat dengan tidak hormat, dan selanjutnya dijebloskan ke dalam penjara. Paralel dengan apa yang menimpa para pendukung Sukarno adalah yang terjadi pada anggota/simpatisan Partai Komunis Indonesia. Jenderal Suharto dengan modal sebuah surat sakti "Supersemar" yang didapatkan secara misterius dari Presiden Sukarno pada 11 Maret 1966 selanjutnya pada keesokan harinya mengumumkan pembubaran Partai Komunis Indonesia. Tindakan itu telah melampaui batas wewenang yang diberikan oleh Sukarno sehingga Presiden Republik Indonesia itu menegor sang pengemban Supersemar. Sang Pengemban bersikap cuek-bebek terhadap panglima tertinggi angkatan perang RI. Berdasarkan hukum militer maka melanggar perintah atasan hadianya adalah, "Ia patut dihukum tembak sampai mati."
      Pada 1969 ribuan anggota/simpatisan Partai Komunis Indonesia dan ribuan pejabat/pendukung pemerintah Sukarno dijebloskan ke dalam penjara di seluruh Pulau Jawa, Pulau Nusakambangan, dan Pulau Buru. Proses hukum yang dilaksanakan rejim Orde Baru sebagai itu adalah tidak sah. Mereka semua dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan. 
      Sekali lagi para epigon anti-komunis bersorak dan mendukung proses hukum sebagaimana diterangkan di atas yang menimpa Sukarnois dan anggota partai komunis Indonesia. 
      Kekejaman yang dilakukan orang Jawa/Nusantara itu menyentak seluruh dunia. Bangsa Indonesia yang terkenal lemah gemulai, bangsa yang terkenal karena murah senyum, ternyata juga bisa meledak sehingga berubah menjadi bangsa psikopat yang kejam luar biasa. 
      Masih banyak lagi daftar kejahatan kemanusian yang terjadi semasa Orde Baru antara lain peristiwa Priok, Lampung, Aceh, Papua, Trisakti, Petrus, Penculikan Aktivis, dan seterusnya.
      Sejak tumbangnya pemerintahan Suharto, maka kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat Indonesia bermetamorfosa atau berubah menjadi kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum partai, oknum pejabat sipil dan militer yang telah merugikan keuangan negara. Untuk memberantas korupsi secara menyeluruh adalah hal mustahil, karena memang itu adalah bagian dari kehidupan di jaman edan yakni jaman terbalik-balik. Tidak seorang pun mampu membalikkan jaman yang demikian sampai masanya berakhir dengan sendirinya.
      Kejahatan terhadap kemanusiaan cq rakyat Indonesia itu sudah diramalkan oleh Sri Aji Joyoboyo raja Kediri dari abad keduabelas masehi sebagai perilaku penghisapan manusia oleh manusia di masa depan  Berikut ini bait-baik yang menggambarkan "perikemanusiaan" di masa depan, sebagai berikut:

Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit
Prikamanungsan saya ilang
Prikamanungsan di-iles-iles

Tindake manungsa saya kuciwa
Manungsa padha seneng nyalah
Akeh manungsa lali asale
Lali kamanungsan

      Sebagian besar manusia ingin berkuasa, yang mengejar jabatan, tengah menduduki jabatan, semuanya saja pada ujung-ujungnya hanya mengutamakan bagaimana mendapatkan uang sebanyak mungkin. 
       Karena begitu banyaknya orang yang berlomba-lomba mengumpulkan uang dengan memanfaatkan kekuasaan/jabatannya mereka rela mengorbankan hak asasi manusia, siapapun, demi meraih kekuasaan. Tidak ada lagi perikemanusiaan di hati mereka, karena hati dan pikiran mereka tertutup takhta kekuasaan dan lembaran rupiah. 
      Di jaman yang serba terbalik ini perikemanusiaan tidak lagi mendapatkan tempat yang semestinya, perikemanusiaan diinjak-injak demi mendapatkan harta dan takhta/kekuasaan.
       Ulah dari para pemimpin yang melakukan berbagai kejahatan terhadap rakyat/negara sangat mengecewakan sekali, oleh sebab tindakan mereka itu tidak lagi dapat dijadikan suri tauladan. 
      Kelak juga di jaman yang serba mengutamakan uang dan kekuasaan itu maka banyak manusia yang tidak berjiwa ksatria, mereka selalu melemparkan kesalahan dirinya pada orang lain. Mereka/dia berusaha merekayasa pengalihan isu agar diri/kelompoknya selamat dari tudingan terus-menerus dari khalayak ramai/publik. 
      Di jaman serba uang itu juga manusia telah lupa jatidiri/ asalnya -- darimana dia datang, berada di mana sekarang, dan kelak akan hendak menuju ke mana. Mereka juga telah melupakan jati dirinya sebagai umat manusia yang sebenarnya adalah makhluk hidup paling mulia di alam semesta.

*****

Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 10:04 AM