Ramalan Ronggowarsito "Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro"





Ramalan Ronggowarsito "Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro"

mbah subowo bin sukaris

Raden Ngabehi Ronggowarsito lahir seabad sebelum Kusno atau Ir. Soekarno atau Bung Karno yang dilahirkan tepat di tahun pertama awal abad kesembilanbelas masehi. Pada awal abad kedelapan belas maupun abad kesembilan belas itu Nusantara masih di bawah pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Ronggowarsito yang adalah murid ideologis Sri Aji Joyoboyo, seorang nujum, sudah meramalkan kelak akan muncul seorang pemimpin Nusantara, seorang Satrio Piningit pertama yang bakal muncul dan kelak akan memimpin rakyat tertindas Nusantara melepaskan diri dari belenggu penjajahan oleh bangsa asing manapun, Ronggowarsito menyebutkan tokoh itu Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro.
      Pemerintah kolonial dalam memperlakukan para pejuang pembebasan rakyat Nusantara menggunakan cara mengasingkan orang yang tidak disukai pemerintah ke daerah lain yang cukup jauh dari asalnya, tempat ia berjuang dengan rakyat setempat yang mendukungnya. Pemerintah kolonial menganggap cara itulah yang sangat sesuai dengan politik etis yang sedang dijalankan oleh Gubernur Jendral pendukung politik etis tersebut. Seorang pejuang politik yang ditangkap, maka ia mendapatkan status tahanan politik. Tahanan politik berbeda dengan tahanan kriminal, yang pertama berjuang dengan cara melawan pemerintah yang berkuasa, sedangkan tahanan kriminal hanya melakukan kejahatan terhadap orang lain.
      Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro yang ditunggu itu mengarah pada diri Bung Karno, yang pernah dipenjarakan oleh pemerintah kolonial di penjara Sukamiskin. Konon semasa di dalam penjara Bung Karno pernah menandatangani pernyataan minta ampun kepada pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Hal demikian tidaklah aneh, karena pemerintah kolonial Hindia-Belanda memang jagonya soal arsip dan administrasi pemerintahannya paling tertib dan teliti di dunia. Mereka bisa saja membikin surat semacam itu sekadar untuk jaga-jaga di masa depan.
      Tidak hanya dijebloskan ke dalam penjara Sukamiskin, akan tetapi Bung Karno mengalami juga pengasingan di Bengkulu, Ende, dan Brastagi; Pemerintah kolonial melengkapi segala macam fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan sehari-hari berupa perumahan, uang belanja, dan lainnya. Segala macam kegiatan boleh dilakukan asalkan tidak melakukan perjalanan dalam radius beberapa kilometer, dan juga kecuali dengan izin, maka diperbolehkan. Sebagai catatan, menjelang akhir hayatnya, sekali lagi Bung Karno menjalani hukuman tahanan rumah di sebuah rumah di Jakarta. Kali ini yang menahan beliau adalah pemerintah Republik Indonesia sendiri cq Angkatan Darat. Tak ada fasilitas apapun diberikan oleh pemerintah. Dan juga dilarang menerima tamu, tidak boleh dirawat oleh keluarga sendiri. Itulah yang konon membunuh Bung Karno, seorang yang biasa hidup di alam keramaian dunia tiba-tiba diasingkan seorang diri.
      Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, alias Bung Karno dikenal oleh pemimpin dan rakyat seluruh dunia, dalam lawatannya ke Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, Eropa Timur, Uni Soviet dan negeri lainnya beliau dianugerahi gelar Doktor dari puluhan universitas negeri maupun swasta. Bahkan juga dari Universitas Islam bergengsi Al-Azhar Cairo. Tak ada batasan ideologi, ras, dan agama mengenai negeri yang dikunjunginya dan kemudian memuji Bung Karno sebagai tokoh dunia ketiga yang progresif revolusioner menentang imperialisme dan kolonialisme untuk menggalang usaha rakyat jajahan berjuang memperoleh kemerdekaan negerinya sendiri.
Bung Karno
       Kisah perjalanan hidup Bung Karno yang pernah menikmati hotel prodeo di masa kolonial dan Orde Baru, dan kemudian hari tinggal di istana kepresidenan juga dialami oleh pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela, yang mendekam di penjara puluhan tahun, dan bahkan dianggap tidak bakal menikmati udara bebas dunia luar kenyataannya ia kemudian menjadi seorang Presiden di negerinya sendiri, Afrika Selatan. Nelson Mandela juga terkenal di seluruh dunia semasa di penjara, sebagai tokoh pejuang anti-Apartheid, apalagi setelah beliau menduduki tampuk pimpinan di negerinya.
       Bedanya Bung Karno dengan Mandela ialah Bung Karno tidak pernah diakui oleh Pemerintah Kerajaan Belanda sebagai pemimpin Indonesia. Bung Karno di mata Kerajaan Belanda tetap seorang pemberontak, ekstremis, dan seterusnya. Oleh karena itu Bung Karno tidak pernah menginjakkan kaki di Belanda, dan demikian pula sebaliknya Ratu Belanda tidak pernah mau datang ke makam Bung Karno di Blitar. 
****

Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 11:30 AM