Pramoedya Ananta Toer Mereka Yang Dilumpuhkan




Pramoedya Ananta Toer  

Mereka Yang Dilumpuhkan

Sejak Hasta Mitra meluncurkan program penerbitan ulang karya-karya klasik Pramoedya Ananta Toer pada 17 Agustus 1994, diawali berturut-turut dengan Perburuan, Cerita dari Blora, kemudian Keluarga Gerilya, tiada hentinya kami menerima saran dari pembaca agar diterbitkan lagi suatu judul tertentu karangan Pramoedya Ananta Toer yang rupanya jauh di masa lampau pernah dibaca. Sudah tentu para pengusul memajukan pilihan judul yang berbeda-beda. Buku-buku itu memang pernah beredar semasa revolusi atau pada kurun waktu sepanjang tahun lima-puluhan. Semua buku-buku itu kini dapat dikategorikan sebagai karya-karya klasik Pramoedya Ananta Toer.
    Kami sebut karya klasik karena karya-karya kreatif Pramoedya teruji melintasi perbatasan-perbatasan zaman, perbatasan usia, perbatasan ideologi, lintas benua. Buku-buku Pram dibaca oleh penduduk berbahasa Inggris, berbahasa Jepang, Swedia, Jerman, Italia, Belanda, Rusia, Vietnam, Prancis, kesemuanya duapuluh bahasa asing lebih. Tidak bisa tidak, ini jelas bukan saja disebabkan nilai-nilai literernya semata-mata, akan tetapi pertama-tama karena karya-karya Pramoedya memiliki nilai universal yang mengimbau-imbau langsung pada hati nurani martabat manusia dan keadilan kemanusiaan setiap insan yang membacanya.
    Menarik sekali untuk diketahui siapa-siapa lapisan pengusul yang mengingini buku-buku karangan Pramoedya beredar kembali. Rata-rata mereka sudah tidak muda lagi, dari segi usia kebanyakan mereka tergolong angkatan '45, paling tidak para penggemar Pram itu sudah berusia sekitar setengah abad. Tetapi satu nada yang sama bisa ditangkap: semasa muda di bangku sekolah SMP atau di SMA mereka rupanya pernah membaca buku-buku Pramoedya -- kisah-kisah yang sekali dibaca tak terlupakan lagi untuk selama-lamanya. Sekarang sebagai orang-orang yang sudah berumur dengan berbagai posisi tinggi pula dalam masyarakat -- pejabat, dokter, pengacara, pengusaha, dosen, wartawan, ilmuwan, pensiunan menteri sampai ibu rumah-tangga biasa -- mereka mendambakan sekali membaca kembali karya-karya lama Pramoedya. Secara khusus izinkan kami di sini menyebut satu nama saja dari para pengusul yang sangat terkenang di dalam hati: rekan Mahbub Djunaedi. Bung Mahbub mengemukakan alasan yang hampir sama dengan yang lain-lain: mereka berharap anak-anak atau generasi di bawah mereka juga menikmati dan bisa menghargai nilai-nilai yang pernah menggugah perasaan semasa mereka masih muda. Karena itu mereka dengan sendirinya termasuk orang-orang yang menyayangkan bila buku-buku Pramoedya tak dapat dibaca dengan leluasa.
    Yang paling menggembirakan adalah, bahwa walaupun para pengusul umumnya datang dari yang tua-tua, akan tetapi segmen pembaca buku-buku Pramoedya mayoritasnya adalah anak-anak muda. Kawula muda ini sungguh-sungguh menjadi pembaca dengan antusiasme tinggi, malah menjadi agen akselerasi yang aktif sukarela membantu mengedarkan buku-buku Pramoedya. Mengapa demikian? Kenyataan ini merupakan gejala sosio-psikologis yang menarik untuk diberi perhatian. Apakah gejala sosial seperti ini harus dihambat, dicekal atau dilarang? Ataukah diperlukan suatu sikap dewasa yang lebih arif untuk mengantisipasinya?

Selama keadaan memungkinkan, kami merasa berkewajiban terus mengelola dan melestarikan aset nasional yang sangat berharga ini. Belum lama ini telah diluncurkan kembali Di Tepi Kali Bekasi, sesudah trio Perburuan, Cerita dari Blora dan Keluarga Gerilya.
    Kali ini kami persembahkan Mereka Yang Dilumpuhkan (MYD) dengan Kata Pengantar oleh Taslim Ali yang kendati ditulis hampir setengah abad yang lalu, tetap aktual dan tetap valid observasi dan penilaiannya terhadap masyarakat dan manusia-manusianya dalam segala seginya sampai hari ini. MYD yang dalam edisi lama diterbitkan dalam dua jilid, dalam edisi baru Hasta Mitra ini digabung menjadi satu jilid.
    Karya-karya lainnya masih akan menyusul.
Joesoef Isak, ed.

***
Subowo bin Sukaris
Hasta Mitra Updated at: 7:01 PM